Indonesia Menyapa, Jakarta – Advokat Siwalima Maluku (ASM) selaku kuasa hukum dari Abdul Basir Latuconsina menang sidang Praperadilan melawan Polres Jakarta Timur dan Polsek Kramatjati di Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Hakim tunggal yang memeriksa perkara ini, Immanuel, SH, MH menyatakan tindakan Polsek Kramatjati menetapkan Abdul Basir Latuconsina sebagai tersangka penganiayaan tidak sah.
“Oleh karenanya penetapan tersangka a quo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” kata hakim Immanuel, SH, MH saat membacakan putusan dengan perkara No. 5/Pid.Pra/2024/PN Jkt Tim di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Kamis (26/9/2024).
Selain itu, hakim juga menyatakan tidak sah segala keputusan yang telah dikeluarkan oleh kepolisian tersebut yang berkaitan dengan penetapan Abdul Basir Latuconsina sebagai tersangka. Terakhir hakim memerintahkan Polsek Kramatjati untuk menghentikan penyidikan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan No. SP.Sidik/33/S.6/IV/2024.
“Sidang ini merupakan yang pertama dan terakhir, sehingga tidak ada upaya hukum terhadap putusan ini,” tandas hakim Immanuel, SH, MH.
Menanggapi putusan tersebut, Ketua Umum DPP ASM, Rhony Sapulette menyampaikan apresiasi kepada hakim Immanuel yang telah mengabulkan permohonan tim kuasa hukum ASM. Menurutnya keputusan tersebut memberikan rasa keadilan bagi kliennya.
“Hakim sangat bijaksana dalam memutuskan perkara a quo. Karena saya melihat hakim benar-benar mempertimbangkan apa yang menjadi dalil permohonan Praperadilan kami. Tentu kami memberikan apresiasi yang luar biasa kepada hakim dimana ia bisa memutus perkara ini secara independen dan profesional,” ujar Rhony.
Abdul Basir Latuconsina yang juga seorang advokat ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan penganiayaan sebagaimana ketentuan Pasal 351 ayat (1) KUHP dan atau Pasal 352 ayat (1) KUHP oleh Polsek Kramatjati pada 14 November 2022. Untuk diketahui bahwa Pasal tersebut mengalami perubahan karena semula Latuconsina dilaporkan dengan kasus dugaan pengeroyokan sebagaimana ketentuan Pasal 170 KUHP.
“Fakta hukumnya tidak terpenuhi unsur pasal yang disangkakan yakni Pasal 170, karena termohon hanya menetapkan satu orang sebagai tersangka, dan perubahan Pasal 170 ke Pasal 351 ayat (1) KUHP dan atau Pasal 352 ayat (1) KUHP berdasarkan petunjuk Jaksa telah melanggar ketentuan Pasal 110 ayat (3) KUHAP,” kata Ketua Tim Kuasa Hukum ASM, M.N Melay, SH.
Ironisnya lagi kata Melay, Latuconsina ditetapkan sebagai tersangka tanpa diperiksa terlebih dahulu. Padahal dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 penyidik wajib melakukan pemeriksaan terhadap seseorang sebelum ditetapkan sebagai tersangka.
“Bahwa berdasarkan pertimbangan hukum dari hakim Praperadilan dapat diketahui bahwasanya termohon (Polsek Kramatjati) menetapkan klien kami sebagai tersangka tidak sesuai mekanisme hukum acara sebagaimana diatur dalam KUHAP dan putusan MK,” lanjut Melay.
Sebelum melakukan upaya hukum Praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Latuconsina telah dipanggil oleh Polsek Kramatjati untuk diserahkan ke Kejaksaan Negeri Jakarta Timur untuk persiapan perkaranya disidangkan,. Latuconsina lantas meminta DPP ASM menjadi tim kuasa hukumnya.
Dalam proses persidangan berjalan, Latuconsina malah ditetapkan status Daftar Pencarian Orang (DPO) oleh Polsek Kramatjati. Namun status DPO yang dijadikan dasar eksepsi oleh Polsek Kramatjati untuk menggugurkan Praperadilan malah ditolak oleh hakim.
Syarif Hasan Salampessy, SH, MH mengatakan dalam pertimbangan hukum hakim Praperadilan diketahui Polsek Kramatjati menggunakan wewenangnya secara berlebihan atau abuse of power, karena menetapkan kliennya sebagai tersangka tanpa pemeriksaan terlebih dahulu.
“Praperadilan ini sebagai sarana yang tepat dimana masyarakat dapat menggunakan haknya untuk melakukan koreksi terhadap kinerja aparat penegak hukum baik itu penyidik kepolisian, maupun jaksa agar mereka tidak sewenang-wenang dalam mentersangkakan seseorang,” kata Syarif.