Indonesia Menyapa, Jakarta — Gelar akademik beberapa akademisi dicabut oleh perguruan tinggi tempat mereka menempuh pendidikan karena terbukti melakukan plagiarisme.
Hukuman tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 25 Ayat (2) Undang-undang (UU) Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).
Pasal itu mengatur pencabutan gelar akademik bagi pihak yang terbukti menggunakan joki dan melakukan plagiasi.
Lalu, Pasal 70 UU Sisdiknas menyatakan pengguna joki dapat dipidana hingga dua tahun penjara dan/atau denda Rp200 juta.
Belakangan, fenomena joki tugas ramai jadi perbincangan di media sosial. Ketua Dewan Pertimbangan (Wantim) Forum Rektor Indonesia (FRI) Mohammad Nasih menjelaskan bahwa penggunaan joki tugas adalah bagian dari plagiarisme. Sebab, mengklaim karya orang lain.
Pada 2010, Institut Teknologi Bandung (ITB) secara resmi membatalkan gelar doktor yang diberikan kepada Mochamad Zuliansyah akibat kasus plagiarisme.
“Karena disertasi Mochamad Zuliansyah adalah hasil plagiasi, maka sesuai dengan peraturan akademik dan kemahasiswaan di ITB serta kode etik ilmiah yang berlaku universal maka disertasi dan ijazah doktor Mochamad Zuliansyah dinyatakan tidak berlaku,” kata Rektor ITB saat itu, Akhmaloka.
Plagiarisme yang dilakukan oleh Mochamad Zuliansyah bermula dari situs ieeexplore.ieee.org.
Makalah berjudul ‘3D Topological Relations for 3D Spatial Analysis’ yang dibuat oleh empat doktor ITB yaitu Mochammad Zuliansyah, Suhono Harso Supangkat, Yoga Priyana, dan Carmadi Machbub disebut sebagai hasil plagiat.
Makalah itu dipublikasikan dalam Konferensi IEEE tentang Cybernetics and Intelligent Systems di Chengdu, China pada 2008 silam.
Keempat doktor itu menduplikasi makalah lain hampir seluruhnya. Teks asli dikopi tanpa menyebutkan sumber.
Makalah asli yang dijiplak dibuat oleh Siyka Zlatanova dan sudah dipublikasikan dalam 11th International Workshop on Database and Expert System Applications, terbitan 2000 silam. Alias delapan tahun sebelum empat doktor ITB ini menerbitkan makalahnya.
Kasus plagiarisme turut terjadi di Universitas Negeri Jakarta (UNJ). Rektor UNJ mencabut gelar doktor mantan Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam karena diduga melakukan plagiarisme.
Hal itu tertuang dalam keputusan nomor: 920/UN39/PK.05/2019 tentang Pencabutan Gelar Doktor dan Ijazah atas nama Nur Alam tertanggal 18 September 2019.
Nur Alam tidak terima dan mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Gugatan tersebut dikabulkan seluruhnya dengan putusan nomor: 7/G/2020/PTUN.JKT tanggal 29 Juli 2020.
Kemudian di tingkat banding, putusan tersebut dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta dengan putusan nomor: 270/B/2020/PT.TUN.JKT tanggal 30 November 2020.
Nur Alam mengajukan kasasi dan dikabulkan oleh MA dengan putusan nomor: 292 K/TUN/2021 tanggal 18 Agustus 2021. Selanjutnya, Rektor UNJ mengajukan PK tetapi upaya hukum luar biasa tersebut kandas.
Masih di UNJ, Menristekdikti Muhammad Nasir memberhentikan sementara Djaali dari jabatannya sebagai rektor UNJ pada 2017 lalu.
Keputusan itu diambil karena Djaali diduga melakukan sejumlah pelanggaran, salah satunya membiarkan praktik plagiarisme di program pascasarjana UNJ.
Djaali sempat berniat melaporkan Nasir ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri atas dugaan pencemaran nama baik. Pernyataan Nasir yang menyebut Djaali melakukan plagiarisme dianggap sebagai tuduhan sepihak. Namun, niat itu dibatalkan.
Sumber: Deret Akademisi yang Dicabut Gelarnya karena Plagiarisme (cnnindonesia.com)