Indonesia Menyapa, Jakarta — Sebanyak 107 guru honorer di Jakarta dipecat secara halus oleh Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta di tahun ajaran baru karena adanya kebijakan “cleansing” atau pembersihan.
Sebelum dikeluarkan cleansing, para guru honorer itu sebelumnya diminta mengisi formulir dan setelah itu tak lagi mengajar.
Salah satu gurur honorer sekolah negeri di Jakarta, Kevin (nama samaran) yang terkena dampak cleansing itu menceritakan pengalamannya tersebut.
Kevin diketahui telah mengabdi selama 4,5 tahun untuk mengajar, tapi ia juga kerap disuruh-suruh karena statusnya sebagai honorer itu.
Padahal, Kevin menilai, pekerjaan guru honorer lebih dari yang berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Sebab, kata Kevin, pada kenyataannya, para guru yang berstatus PNS itu justru bermalas-malasan.
“Yang (statusnya) PNS (malah) malas-malasan. Apalagi yang tua-tua, diam doang, duduk, WhatsApp, suruh kerjain. Kenyataannya kayak gitu,” kata Kevin, Kamis (18/7/2024), dilansir Kompas.com.
Kevin mengatakan demikian, bukan berarti ingin merendahkan derajat guru yang berstatus PNS.
Ia hanya ingin Pemerintah Provinsi (Pemrov) DKI Jakarta membuka mata dan melihat realita yang ada.
Pasalnya, kebijakan cleansing dari Pemrov DKI Jakarta itu seolang mamandang sebelah mata para guru honorer.
Padahal, menurut Kevin, pengadian guru honorer lebih besar sehingga ketika ditanya soal kinerja, ia mengatakan siap diadu dengan yang berstatus PNS.
“Jangan nanti (guru honorer) diibaratkan kayak sampah. Pengabdian kami lebih bagus dibandingkan (guru) PNS. Kalau disuruh, gerak cepat kami. Kalau ditanya kinerja, boleh diadu,” ujar dia.
Hal serupa juga dirasakan oleh Dono, guru honorer di sebuah sekolah dasar negeri (SDN) di Jakarta Utara tiba-tiba dipecat secara sepihak oleh sekolahnya karena kebijakan cleansing tersebut.
Padahal, Dono sudah 13 tahun lamanya menjadi pengajar.
“(Sudah) tiga tahun (mengajar di SDN). Kalau di sekolah lama (swasta) itu sudah 10 tahun. Dari 2012 sampai 2022,” ujar Dono saat ditemui di Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (17/7/2024), dikutip dari TribunJateng.com.
Menurut Dono, kepala sekolah tempatnya mengajar itu tidak mengetahui soal rencana pemecatan tersebut.
Karena pada Jumat (5/7/2024), sekolahnya masih mengadakan kegiatan pra Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS).
Dono juga sempat mengikuti rapat bersama orang tua murid untuk membahas kegiatan pembelajaran di hari pertama masuk sekolah.
“Tidak ada surat dari dinas atau dari mana pun bahwa ada planning pembersihan (guru) honorer,” terang dia.
Lebih lanjut, Dono bercerita, pada Senin (8/7/2024) lalu, sekolahnya kedatangan satu guru perempuan yang berstatus kontrak kerja individu (KKI), ingin bertemu dengan kepala sekolah.
Pria berumur 39 tahun ini pun langsung mengantarkan guru perempuan ini ke ruang kepala sekolah dan meninggalkan lokasi untuk mengikuti upacara.
Setelah upacara, Dono mengaku dipanggil ke ruang kepala sekolah kemudian diberhentikan dari posisinya.
Setelah pemecatan Dono itu, posisinya langsung diisi oleh guru berstatus KKI yang datang sebelumnya.
“Selesai upacara, saya dan teman saya yang perempuan guru agama juga, itu dipanggil di ruang kepala sekolah. Disampaikan, ‘mohon maaf bapak, ibu’,” kata Dono mengulang kejadian Senin itu.
Meski berstatus sebagai guru honorer, Dono sudah memiliki Data Pokok Pendidikan (Dapodik)-nya dan Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK).
Sayangnya, ia tidak lolos tes seleksi untuk mendaftar KKI.
LBH Jakarta Buka Posko Pengaduan
Setelah mendapatkan laporan dari guru honorer yang diberhentikan oleh Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta membuka Posko Pengaduan bagi guru honorer yang diberhentikan akibat kebijakan cleansing tersebut.
Demikian disampaikan oleh Pengacara LBH Jakarta, Muhammad Fadhil Alfathan.
“Agar lebih sistematis, kami pikir penting untuk membuat kanal pengaduan yang nantinya bisa memfasilitasi kawan-kawan guru honorer untuk mengadukan apa yang jadi persoalannya, apa yang menjadi dampak dari kebijakan cleansing ini,” ujarnya konferensi pers di Kantor LBH Jakarta, Jln Diponegoro, Jakarta, Rabu (17/7/2024).
Pada Selasa (17/7/2024), LBH Jakarta menerima perwakilan guru honorer di wilayah Provinsi DKI Jakarta yang mengadukan permasalahan yang terjadi saat ini, yaitu adanya PHK masal akibat kebijakan cleansing.
“Nah dari situ kami melihat ada pola yang belum bisa dikatakan beraturan, dan kami menilai disini seperti ada potensi sebaran korban maupun sebaran dampak yang meluas,” tuturnya.
Kanal pengaduan tersebut bisa diakses oleh para guru honorer yang terdampak kebijakan cleansing tersebut melalui tautan yang telah disediakan LBH Jakarta.