Indonesia Menyapa, Jakarta — Jaksa menghadirkan mantan General Manager (GM) Produksi PT Timah Tbk Wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Ahmad Syahmadi, sebagai saksi kasus korupsi pengelolaan timah yang merugikan keuangan negara Rp 300 triliun. Syahmadi mengungkap hasil negosiasi antara PT Timah dan smelter swasta soal kuota ekspor bijih timah.
Syahmadi dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa Harvey Moeis dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (22/8/2024). Dia mengatakan kesepakatan soal kuota ekspor itu dihasilkan dalam pertemuan tahun 2018 di salah satu hotel di Jakarta.
Pertemuan itu dihadiri oleh pihak smelter swasta dan pihak PT Timah Tbk. Syahmadi mengatakan ada sekitar 25 perwakilan smelter swasta, termasuk Harvey Moeis yang mewakili PT Refined Bangka Tin, dalam forum pertemuan tersebut.
Syahmadi mengatakan pertemuan itu juga dihadiri mantan pejabat di Kepulauan Bangka Belitung. Syahmadi mengatakan PT Timah meminta bagian 50% dari kuota ekspor bijih timah karena smelter swasta telah mendapatkan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) serta penambangan dilakukan di wilayah IUP PT Timah. Kerja sama itu, katanya, dilakukan untuk meningkatkan produksi PT Timah Tbk.
“Tadinya kita minta bantuan ke para smelter dengan melalui juga ada hadir pejabat utama Provinsi Bangka Belitung minta bantuan agar mereka membantu produksi bijih PT Timah. Saya sempat bertanya sebelum berangkat ke melalui Pak Dir Operasional, Pak Dirut punya aspirasi agar produksi logam dari Bangka Belitung itu 50:50, Yang Mulia. Karena secara sebelum-sebelumnya, itu rata-rata tiap tahun itu keluar ekspor logam dari Bangka Belitung sekitar 70 ribu ton, PT Timah hanya sekitar 20 ribu, 21 ribu, 22 ribu segitu terus Yang Mulia. Sehingga ada aspirasi dari direksi, nah tolong dibantu agar 50:50. Kenapa 50:50? Karena para smelter swasta pada waktu itu juga mendapatkan RKAB,” jawab Syahmadi.
Syahmadi mengatakan permintaan 50% itu merupakan aspirasi dari Mochtar Riza Pahlevi Tabrani selaku Direktur Utama PT Timah Tbk periode 2016-2021 dan Alwin Albar selaku Direktur Operasi dan Produksi PT Timah Tbk periode April 2017-Februari 2020. Namun, Syahmadi mengaku tak mengikuti hingga akhir pertemuan tersebut.
Dia mengatakan hasil kesepakatan dalam pertemuan itu diumumkan di grup WhatsApp bernama ‘New Smelter’. Dia mengatakan smelter swasta hanya menyepakati memberikan bagian 5% ke PT Timah dari kuota ekspor. Grup itu beranggotakan para pemilik smelter dan perwakilan PT Timah.
“Kemudian siapa di grup itu yang aktif membahas tentang output dari Borobudur ini, ada permintaan 50:50 apa disepakati atau tidak seperti apa?” tanya jaksa.
“Ya detailnya saya pulang duluan Yang Mulia, saya tidak nanggapi. Cuma diumumkan di grup WhatsApp itu,” jawab Syahmadi.
“Apa pengumumannya Pak?” tanya jaksa.
“Intinya aspirasi PT Timah 50%, forum sepakat untuk 5%,” jawab Syahmadi.
Syahmadi mengaku bertugas merekap komitmen smelter terkait kesepakatan penyetoran 5% dari kuota ekspor bijih timah ke PT Timah tersebut. Dia mengatakan tak semua smelter swasta berkomitmen untuk terus menyanggupi kesepakatan tersebut.
Dalam kasus ini, Harvey Moeis didakwa terlibat korupsi dalam tata kelola timah yang menyebabkan kerugian Rp 300 triliun. Harvey disebut melakukan kongkalikong dengan terdakwa lain terkait proses pemurnian timah yang ditambang secara ilegal dari wilayah tambang PT Timah yang merupakan BUMN.
Dakwaan Harvey dibacakan dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (14/8). Dalam dakwaan jaksa, Harvey disebut sebagai pihak yang mewakili PT Refined Bangka Tin dalam urusan kerja sama dengan PT Timah.
Harvey Moeis juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dari uang yang diterimanya sebesar Rp 420 miliar. Uang itu digunakan Harvey untuk pembelian sejumlah aset hingga 88 tas mewah dan perhiasan istrinya, Sandra Dewi.
Jaksa menyebut kerugian keuangan negara dalam kasus ini mencapai Rp 300 triliun. Harvey didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 atau 4 UU 8 tahun 2010 tentang Pemberantasan TPPU.
“Merugikan Keuangan Negara sebesar Rp 300.003.263.938.131,14 berdasarkan Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi Tata Niaga Komoditas Timah Di Wilayah Ijin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah, Tbk Tahun 2015 sampai dengan Tahun 2022 Nomor PE.04.03/S-522/D5/03/2024 Tanggal 28 Mei 2024 dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Republik Indonesia (BPKP RI),” kata jaksa.
Sumber: Saksi Sidang Harvey Moeis Ungkap Hasil Nego PT Timah-Swasta soal Kuota Ekspor (detik.com)