Geleng-geleng Lihat PDIP Kritik PPN 12 Persen, Gerindra: Mereka Ketua Panjanya

Peristiwa

Indonesia Menyapa, Jakarta — Wakil Ketua Umum Gerindra, Rahayu Saraswati Djojohadikusumo mengaku heran dengan sikap PDI Perjuangan (PDIP) yang mengkritik kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen.

Padahal, kata Rahayu, Fraksi PDIP saat itu menjadi ketua panitia kerja (panja) pembahasan RUU tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (RUU HPP).

Kala itu, kader PDIP Dolfie Othniel Frederic Palit yang menjadi Ketua Panja.

“Itulah kenapa saya heran saat ada kader PDIP berbicara di rapat paripurna, tiba-tiba menyampaikan pendapatnya tentang PPN 12 persen.”

“Jujur saja, banyak dari kita saat itu hanya bisa senyum dan geleng-geleng ketawa,” ungkap Rahayu kepada Tribunnews, Sabtu (21/12/2024).

Politisi yang kerap dipanggil Sara itu menilai PDIP semestinya menolak saat pembahasan RUU HPP.

“Padahal mereka saat itu Ketua Panja UU yang mengamanatkan kenaikan PPN 12 persen ini. Kalau menolak ya kenapa tidak waktu mereka Ketua Panjanya?” ungkapnya.

Dikutip dari Kompas, RUU HPP didasarkan pada surat presiden serta surat keputusan pimpinan DPR RI tanggal 22 Juni 2021.

Tercantum di dalamnya memutuskan bahwa pembahasan RUU KUP dilakukan oleh komisi XI bersama pemerintah.

Fraksi yang menyetujui saat itu adalah PDIP, Golkar, Gerindra, Nasdem, PKB, Partai Demokrat, PAN, dan PPP.

Sedangkan fraksi yang menolak adalah PKS.

 

Kritikan PDIP

Ketua DPR RI sekaligus Ketua DPP PDIP, Puan Maharani mengingatkan pemerintah terkait kebijakan menaikkan PPN menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025 mendatang.

Puan mengatakan sejumlah pakar berpendapat kebijakan itu membuat sektor kelas menengah akan semakin terhimpit perekonomiannya.

Pedagang kecil juga akan merasakan dampak kenaikan PPN.

“Karena masih ada kekhawatiran bahwa kebijakan ini dapat memperburuk keadaan bagi kelas menengah dan pelaku usaha kecil,” kata Puan dalam keterangannya, Kamis (19/12/2024).

Politikus PDIP itu memahami bila kenaikkan PPN 12 persen pada 2025 merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Namun, sebaiknya pemerintah mempertimbangkan kembali untuk mengurungkan kenaikan tersebut.

“UU HPP juga mengamanatkan pemerintah dapat mengusulkan penurunan tarif PPN di mana UU HPP menjelaskan PPN yang berlaku pada tahun 2025 adalah sebesar 12 persen. Kita harus cermat dalam memperhatikan dampaknya terhadap daya beli masyarakat dan pertumbuhan ekonomi,” ujarnya.

Puan meminta pemerintah untuk memitigasi dampak yang akan terjadi dengan rencana kenaikan tarif PPN 12 persen.

“Kami memahami tujuan kenaikan PPN untuk meningkatkan penerimaan negara dan mengurangi defisit anggaran. Namun pemerintah harus memperhatikan dampak yang akan muncul dari kebijakan tersebut,” kata Puan.

Ganjar Ikut Kritik

Sebelumnya, Ketua DPP PDIP Ganjar Pranowo juga melontarkan kritik terkait kenaikan PPN.

Menurut Ganjar, kebijakan tersebut bisa membuat rakyat semakin sulit di tengah situasi perekonomian yang tak menentu.

“Kenaikan pajak pertambahan nilai atau PPN menjadi 12 persen ini bisa membuat ngilu sedikit kehidupan rakyat. Dengan angka ini, Indonesia menjadi negara dengan PPN tertinggi di ASEAN bersama Filipina,” kata Ganjar dalam unggahan video di akun Instagram pribadinya @ganjar_pranowo, Kamis (19/12/2024).

Eks Capres 2024 itu membandingkan kebijakan tersebut dengan negara-negara lain di kawasan Asia Tenggara yang memiliki tarif PPN lebih rendah.

“Malaysia hanya 8 persen, Singapura 7 persen, dan Thailand 7 persen. Meski ketiga negara tersebut memiliki pendapatan per kapita yang lebih tinggi dibandingkan kita,” ujarnya.

Ganjar menilai kebijakan ini, meski memiliki tujuan baik, diterapkan pada waktu yang tidak tepat. Ia khawatir kebijakan ini justru akan menjadi beban berat bagi masyarakat kecil.

“Tentu ada baiknya dalam kebijakan ini. Namun, ia mungkin datang pada saat yang salah. Dan pukulan terberatnya akan diterima oleh mereka yang paling rapuh,” ujarnya.

Ia juga mengingatkan bahwa kenaikan PPN yang dimaksudkan untuk meningkatkan penerimaan negara bisa menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan, seperti menurunnya daya beli masyarakat dan kepercayaan terhadap pemerintah.

“Saya khawatir kenaikan PPN 12 persen yang dimaksudkan sebagai obat justru menyebabkan sejumlah komplikasi. Jika kita membiarkan ini terjadi, maka kita bukan saja kehilangan pekerjaan, tetapi juga kepercayaan. Kepercayaan rakyat kepada negara bahwa negara hadir melindungi mereka,” kata Ganjar.

 

Sumber: Geleng-geleng Lihat PDIP Kritik PPN 12 Persen, Gerindra: Mereka Ketua Panjanya – TribunNews.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *