Indonesia Menyapa, Jakarta — Borussia Dortmund dan Real Madrid akan berebut lambang supremasi sepak bola Eropa dalam final Liga Champions di Stadion Wembley. Duel yang akan menentukan apakah tim kejutan bisa menggulingkan sang penguasa atau kembali Raja Eropa kembali ke takhta.
Dortmund adalah kekuatan Jerman yang dalam satu dekade terakhir mulai rutin muncul di orbit Liga Champions. Setelah tampil sebagai runner up pada musim 2012/2013, Die Borussen belum pernah masuk final lagi.
Sebaliknya Madrid dalam sepuluh tahun terakhir menegaskan posisi sebagai kolektor terbanyak trofi Si Kuping Besar. Los Blancos meraih gelar ke-10 pada musim 2013/2014. Setelah itu tim ibu kota Spanyol tersebut merengkuh tiga gelar beruntun pada 2016 sampai 2018, serta musim 2021/2022.
Keakraban Madrid dengan podium juara Liga Champions bukan jaminan musim ini anak asuh Carlo Ancelotti akan membawa gelar ke-15.
Layaknya kata-kata klise pelatih bahwa ‘bola itu bundar’, peluang kedua kesebelasan sama besar. Edin Terzic dan anak asuhnya bisa saja membuat El Real harus puasa gelar lagi di Eropa.
Di Jerman Dortmund kalah pamor dibanding Bayer Leverkusen yang menjadi juara Bundesliga dan DFB Pokal serta runner up Liga Europa yang punya rekor hanya kalah sekali dalam 54 pertandingan.
Selain masuk final Liga Champions, tim yang identik dengan warna hitam dan kuning itu terbilang drop. Hanya menempati peringkat kelima di Bundesliga dan tumbang di babak 16 besar. Situasi tersebut menjadi motivasi bagi Mats Hummels dan kawan-kawan.
Keadaan lapar gelar tak dialami Madrid yang sudah mengemas juara La Liga dan mengamankan Supercopa de Espana, meski gagal total di Copa del Rey. Sudah dua kali angkat piala musim ini, sebagai tim besar Madrid agaknya paham membuat para pemain tetap punya ambisi untuk menutup musim.
Berbicara potensi kejutan, Dortmund sudah melakukannya di fase grup dengan mengungguli Paris Saint-Germain (PSG), AC Milan, dan Newcastle United. Grup F bisa dibilang sebagai grup panas karena keempat kesebelasan memiliki kemampuan bersaing yang sama kuat.
Setelah melewati fase grup, Dortmund secara beruntun menumbangkan PSV Eindhoven, Atletico Madrid, dan PSG. Lagi-lagi Dortmund menunjukkan kemampuan menyisihkan klub-klub yang dianggap punya kualitas.
Di sisi lain Madrid lolos dari fase grup layaknya kesebelasan yang patut dipandang tinggi karena menyapu bersih enam laga dengan kemenangan.
Baru pada fase gugur Madrid mengalami kesulitan, tetapi Jude Bellingham dan kawan-kawan tetap bisa lolos dari jarum. Kemenangan tipis atas Leipzig pada 16 besar, adu penalti atas Manchester City pada perempat final, dan kemenangan menit-menit akhir yang dramatis atas Munchen jadi bukti mental pemenang Madrid.
Terzic dan Ancelotti sama-sama memiliki kedalaman skuad yang mencukupi untuk mengejawantahkan gaya main yang mereka inginkan. Kebetulan keduanya mengandalkan formasi 4-2-3-1 atau 4-3-3.
Empat bek dengan dua full back yang bisa membantu penyerangan dengan satu atau dua pivot yang bisa disesuaikan kebutuhan bakal menjadi pemandangan di final. Pressing Dortmund menjadi faktor yang bisa menentukan laga. Di sisi lain Terzic yang pernah menjadi murid Jurgen Klopp juga cukup adaptif dengan bermain pragmatis ketika menghadapi lawan dengan agresivitas tinggi.
Sementara Madrid bisa jadi memainkan gaya yang mengedepankan keseimbangan tim dan bermain dengan cair dengan satu ‘ledakan’ saat transisi yang bisa menghasilkan gol. Jika Dortmund tidak berinisiatif menguasai permainan, Madrid bakal mendikte tempo dan bermain senyaman mungkin.
Kedua pelatih memiliki tim andalan musim ini yang hampir semua bisa dimainkan pada partai puncak. Dengan demikian kedua tim bakal bermain optimal.
Di posisi penjaga gawang, sudah dipastikan Gregor Kobel bakal menjadi andalan di kubu Dortmund. Sementara Madrid memiliki dua sosok yang sama tangguh yakni Andriy Lunin dan Thibaut Courtois.
Lunin bisa mendapat tempat utama lantaran penampilan gemilang selama Courtois beristirahat karena cedera, namun kiper Belgia itu juga tetap punya kans bermain berdasarkan pengalaman berlaga di ajang besar.
Kuartet bek Dortmund akan berisi Julian Ryerson, Nico Schlotterbeck, Mats Hummels, dan Ian Maatsen. Schlotterbeck dan Hummels tampil solid selama musim ini sebagai palang pintu. Sementara Ryerson dan Maatsen akan dituntut bertahan dan menyerang menyisir sayap.
Formula yang sama digunakan Madrid dengan orang berbeda. Ancelotti yang sedang mengejar gelar kelima di Liga Champions sebagai pelatih bakal mengedepankan Ferland Mendy dan Dani Carvajal jadi full back, sedangkan Nacho dan Antonio Rudiger menjadi bek tengah.
Emre Can, Marcel Sabitzer, dan Marco Reus di ruang motor Dortmund bakal berhadapan dengan Toni Kroos, Eduardo Camavinga, dan Federico Valverde. Dortmund tak hanya bergantung pada trio Can, Sabitzer, Reus, tapi akan memanfaatkan pemain-pemain lain untuk unggul jumlah pemain. Bukan tak mungkin ada empat atau bahkan enam pemain dalam proses memenangi duel di lini tengah.
Duel lini tengah akan melibatkan banyak pemain karena filosofi kepelatihan Ancelotti juga mementingkan keunggulan jumlah pemain sehingga bisa mengontrol permainan, membuka opsi serangan, dan mengeksekusi umpan kunci.
Dua pasang sayap bakal memiliki peranan penting pada final kali ini. Jadon Sancho dan Karim Adeyemi bakal adu keunggulan melawan Vinicius Junior dan Rodrygo. Terzic dan Ancelotti bisa mengandalkan aksi individu winger-winger untuk merangsek ke kotak penalti dan menciptakan peluang.
Sementara satu tempat tersisa di masing-masing tim bakal menjadi milik Niclas Fullkrug dan Jude Bellingham. Meski keduanya bukan pencetak gol yang dominan, kemampuan membuka ruang dan visi kedua pemain bisa membuat rekan-rekannya masuk ke depan gawang untuk mencetak gol.
Sumber: Dortmund vs Madrid: Kekuatan Kejutan Lawan Sang Penguasa (cnnindonesia.com)