PDIP Kritik PPN 12 Persen, Elite PKB: Kalau Keberatan Silakan Ajukan Judicial Review ke MK

Peristiwa

Indonesia Menyapa, Jakarta — Wakil Ketua Umum DPP PKB Faisol Riza, menyoroti sikap PDIP yang kini menentang kenaikan PPN 12 persen.

Padahal pemberlakukan PPN 12 persen merupakan mandat Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UUHPP), yang sudah disahkan oleh DPR RI periode lalu dan diteken pemberlakuannya oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Oktober 2021.

“Kalau memang keberatan dengan pemberlakuan PPN 12 persen sesuai dengan UU HPP, masyarakat sebaiknya menguji melalui Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi. PDIP kan ikut menyetujui saat pengesahan, silakan teman-teman PDIP berargumentasi kembali dalam sidang JR di MK kenapa dulu menyetujui lalu sekarang menolak,” kata Faisol kepada wartawan Senin (23/12/2024).

Ia menyarankan agar pemerintah sebaiknya diberi kesempatan, untuk menjalankan undang-undang demi menjaga kebijakan fiskal nasional dan keberlangsungan berbagai jenis subsidi untuk rakyat.

“Berilah kesempatan pemerintah untuk menjalankannya. Toh, kalau pajak kembalinya juga tetap kepada rakyat melalui belanja pemerintah seperti bansos atau subsidi listrik, elpiji dan BBM. Masa PDIP sekarang lebih setuju pencabutan subsidi untuk rakyat?” ujarnya.

Ia menjelaskan, pajak adalah bentuk nyata eksistensi sebuah negara dan bangsa. Ia dibuat untuk digunakan bagi kepentingan bersama.

Semakin maju negara, biasanya rasio pajak akan semakin besar. Negara yang besar membutuhkan pajak besar untuk membiayai pembangunan.

“Indonesia saat ini sudah menjadi anggota G20 dan G8, karena tergolong sebagai negara besar. Maka wajar jika pendapatan negara dituntut semakin besar dari sektor pajak,” katanya.

Karena itu, Riza kembali mengajak semua pihak untuk memberi kesempatan kepada pemerintahan Prabowo guna menyukseskan program-program untuk kesejahteraan rakyat.

“Kalau kita tidak menambah pajak dari mana kita akan membiayai gaji guru, sertifikasi guru, pembangunan gedung sekolah, 3 juta rumah untuk rakyat, makan bergizi gratis, dan lainnya. Pajak adalah sarana kita untuk membangun. Kalau tidak nambah PPN, kita pasti sudah memangkas subsidi bahkan bisa mencabut banyak jenis subsidi,” ujar aktivis 98 ini.

Meski demikian, Riza juga menyampaikan perlunya pengawasan terhadap pelaksanaan belanja pemerintah.

“Sekali lagi, berikan kesempatan kepada pemerintah menjalankan UU menyangkut PPN 12 persen. Kita awasi pelaksanaannya agar tidak disalahgunakan atau terjadi kebocoran. Setelah itu kita evaluasi bersama pelaksanaannya,” pungkas Riza.

Diberitakan sebelumnya, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Rahayu Saraswati Djojohadikusumo atau Sara, mempertanyakan sikap PDIP yang tiba-tiba menolak kenaikan PPN 12 persen.

Padahal, kebijakan tersebut merupakan amanat dari UU HPP.

“Itulah kenapa saya heran saat ada kader PDIP berbicara di rapat paripurna, tiba-tiba menyampaikan pendapatnya tentang PPN 12 persen. Jujur saja, banyak dari kita saat itu hanya bisa senyum dan geleng-geleng ketawa,” kata Sara, saat dikonfirmasi pada Minggu.

Menurut Sara, Ketua Panitia Kerja (Panja) pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) HPP, sebelum disahkan menjadi UU, adalah Dolfie Othniel Frederic Palit dari Fraksi PDIP.

“Dalam hati, hebat kali memang kawan ini bikin kontennya. Padahal mereka saat itu Ketua Panja RUU yang mengamanatkan kenaikan PPN 12 persen ini,” ujarnya.

Karenanya, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI ini mempertanyakan sikap PDIP yang tiba-tiba menolak PPN 12 persen.

Terpisah, Anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan (PDIP), Dolfie Othniel Frederic Palit, meluruskan tudingan Partai Gerindra yang menyebut partainya menginisiasi kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen melalui Undang-Undang tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) pada tahun 2021.

Dolfie menjelaskan bahwa UU HPP adalah inisiatif Pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang diajukan ke DPR pada 5 Mei 2021.

“UU HPP merupakan UU inisiatif Pemerintahan Jokowi yang disampaikan ke DPR tanggal 5 Mei 2021,” kata Dolfie, saat dikonfirmasi pada Minggu (22/12/2024).

Dia menegaskan, delapan fraksi di DPR, termasuk Partai Gerindra, menyetujui pengesahan UU HPP pada 7 Oktober 2021. Adapun satu-satunya fraksi yang menolak adalah Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

Dolfie menjelaskan, UU HPP berbentuk omnibus law yang mengubah ketentuan pada sejumlah undang-undang, termasuk UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), UU Pajak Penghasilan (PPh), UU PPN, dan UU Cukai.

Selain itu, UU HPP juga mengatur Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak dan Pajak Karbon.

Salah satu poin penting UU HPP adalah ketentuan bahwa tarif PPN mulai 2025 akan menjadi 12 persen, meningkat dari tarif saat ini yang sebesar 11 persen.

Namun, Dolfie menegaskan, pemerintah diberi ruang untuk menyesuaikan tarif tersebut dalam rentang 5-15 persen berdasarkan kondisi perekonomian nasional sesuai ketentuan Pasal 7 ayat (3).

 

Sumber: PDIP Kritik PPN 12 Persen, Elite PKB: Kalau Keberatan Silakan Ajukan Judicial Review ke MK – TribunNews.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *