Indonesia Menyapa, Jakarta — Wakil Ketua Umum DPP PKB Cucun Ahmad Syamsurijal menyatakan keprihatinannya atas penetapan tersangka oleh KPK RI terhadap Gubernur Riau Abdul Wahid.
Cucun mengaku tidak percaya dengan tindakan yang dilakukan Abdul Wahid yang notabene kader PKB.
“Kami terhadap kader pasti ya. Kita turut prihatin dan menyampaikan rasa apa, kita juga kepedulian bahwa kok bisa terjadi seperti ini ya di kader kami,” kata Cucun saat ditemui awak media di Ruang Rapat Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (5/11/2025).
Terhadap peristiwa hukum ini, Cucun mewanti-wanti kepada seluruh kader PKB yang memiliki jabatan di eksekutif ataupun legislatif untuk mawas diri.
Dia meminta agar kepercayaan yang telah diberikan oleh rakyat bisa dijaga dan diemban dengan baik.
“Kemudian kita juga melihat seperti ini mengingatkan kepada seluruh kader yang menjadi kepala daerah atau juga sekarang yang menjadi baik eksekutif maupun legislatif di bawah diberikan kepercayaan kami dan semua untuk melihat satu apa gambaran seperti ini jadi catatan jangan sampai terjadi lagi,” ucap dia.
Dia menegaskan jangan sampai peristiwa yang dialami oleh Abdul Wahid turut terjadi dan menjerat kader PKB lainnya nanti.
“Jangan sampai ada tindakan-tindakan hal-hal yang bisa mengarah kepada seperti kejadian dialami sahabat kita juga ini,” tandas Cucun.
Gubernur Riau Diduga Memeras Pejabat
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membongkar dugaan praktik pemerasan yang menjerat Gubernur Riau, Abdul Wahid (AW), terkait pengalokasian penambahan anggaran di Dinas PUPR PKPP Provinsi Riau Tahun Anggaran 2025.
Dalam praktiknya, terungkap adanya penggunaan bahasa kode “7 batang” untuk merujuk pada nilai kesepakatan fee yang diminta.
Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak, menjelaskan bahwa kode tersebut terungkap dari kronologi perkara yang bermula dari laporan masyarakat.
Kode “7 batang” digunakan oleh para pejabat Dinas PUPR PKPP Riau untuk melaporkan kesepakatan nilai fee kepada Kepala Dinas PUPR PKPP Riau, M Arief Setiawan (MAS).
“Hasil pertemuan tersebut kemudian dilaporkan kepada Kepala Dinas PUPR PKPP Riau (MAS) dengan menggunakan bahasa kode ‘7 batang’,” kata Johanis Tanak dalam jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (5/11/2025).
Penjelasan Kode “7 Batang”
Permintaan ini, menurut KPK, awalnya bermula pada Mei 2025.
Saat itu, Sekretaris Dinas PUPR PKPP Riau, Ferry Yunanda (FRY), bertemu dengan enam Kepala UPT Jalan dan Jembatan untuk membahas fee 2,5 persen atas penambahan anggaran yang naik sebesar Rp 106 miliar (dari Rp 71,6 miliar menjadi Rp 177,4 miliar).
Namun, ketika Ferry Yunanda melaporkan hal ini kepada Kepala Dinas M Arief Setiawan permintaan itu dinaikkan.
“Saudara MAS yang merepresentasikan Saudara AW (Abdul Wahid), meminta fee sebesar 5 persen (Rp7 miliar),” jelas Tanak.
Permintaan tersebut, lanjut Tanak, disertai ancaman.
“Bagi yang tidak menuruti perintah tersebut, diancam dengan pencopotan ataupun mutasi dari jabatannya. Di kalangan Dinas PUPR PKPP Riau, permintaan ini dikenal dengan istilah ‘jatah preman’,” ungkapnya.
Setelah adanya ancaman tersebut, seluruh Kepala UPT dan Sekretaris Dinas kembali bertemu dan menyepakati besaran fee 5 persen atau Rp 7 miliar, yang kemudian dilaporkan dengan kode “7 batang”.
Dalam perkara ini, KPK telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka, yakni:
1. Abdul Wahid (AW), Gubernur Riau
2. M. Arief Setiawan (MAS), Kepala Dinas PUPR PKPP Provinsi Riau
3. Dani M Nursalam (DAN), Tenaga Ahli Gubernur Provinsi Riau
KPK menyebut dari kesepakatan Rp 7 miliar itu telah terjadi tiga kali setoran dalam rentang Juni hingga November 2025, dengan total uang terkumpul mencapai Rp 4,05 miliar.
Sumber: Gubernur Riau Tersangka KPK, Petinggi PKB: Kok Bisa ya Kader Kami Seperti Ini? – TribunNews.com

