Indonesia Menyapa, Jakarta — Presiden Joko Widodo telah meneken Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 63/P Tahun 2024 tentang Pembentukan Panitia Seleksi Kandidat Pimpinan dan Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Masa Jabatan Tahun 2024-2029. Kesembilan nama yang terdapat dalam Keppres tersebut berasal dari berbagai latar belakang seperti birokrat, akademisi, dan aktivis.
Menteri Sekretaris Negara Pratikno menyampaikan kesembilan nama tersebut yaitu Kepala Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Muhammad Yusuf Ateh selaku Ketua Tim Pansel dan Rektor Institut Pertanian Bogor, Prof Arif Satria selaku Wakil Ketua Tim Pansel. Sementara itu, para anggota Tim Pansel yakni Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaski Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana, Deputi Keuangan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Nawal Nely, Kepala Sekretariat Wakil Presiden Prof Ahmad Erani Yustika, Kepala Badan Strategi Kebijakan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan HAM Ambeg Paramarta, Dekan Fakultas Hukum Universitas Andalas Elwi Danil, Deputi Direktur Transparency International Indonesia Rezki Sri Wibowo, dan akademisi Universitas Airlangga Taufik Rachman.
Masa tugas pimpinan dan Dewas KPK akan berakhir 20 Desember 2024. Pansel Calon Pimpinan dan Dewas KPK pun membuka pendaftaran untuk mengisi formasi-formasi tersebut mulai 26 Juni hingga 15 Juli 2024. Ada beberapa catatan yang mutlak dipenuhi Pansel selama menjaring kandidat-kandidat untuk periode mendatang.
Pertama, Pansel harus meletakkan nilai integritas sebagai indikator utama dan pertama dalam memfilter calon Komisioner dan Dewas KPK. Salah satu yang dapat digunakan oleh Pansel untuk menguji integritas kandidat-kandidat tersebut adalah kepatuhannya dalam ihwal Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), khususnya bagi pendaftar dari kalangan penyelenggara negara aktif maupun mantan penyelenggara negara. Jadi, bila ditemukan calon yang tak patuh LHKPN, baik tidak melapor ataupun terlambat, mestinya langsung digugurkan, bahkan jika perlu sejak proses seleksi di tahapan administrasi.
Kedua, Pansel harus bisa menjamin bahwasanya proses seleksi benar-benar diaplikasikan dengan memenuhi nilai-nilai seperti transparansi dan akuntabilitas sebagaimana termaktub dalam ketentuan Pasal 31 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Bila perlu, saban perkembangan pada setiap etape seleksi hendaknya disampaikan kepada khalayak publik.
Ketiga, Pansel terpilih harus meniscayakan bekerja secara independen dengan melepas kepentingan-kepentingan lain, selain kepentingan mengeradikasi korupsi yang efektif ke depannya. Tak lepas dari itu, Pansel juga mesti mencermati adanya potensi afiliasi kandidat dengan “warna” politik tertentu.
Keempat, Pansel mesti berpijak pada prinsip partisipasi bermakna selama proses seleksi berlangsung. Perihal ini yang sebenarnya acapkali luput dan diabaikan seperti dulu tatkala Pansel bentukan Presiden tahun 2019 silam. Padahal, menurut Pasal 30 ayat (6) Undang-Undang tentang KPK secara asertif telah disebutkan bahwasanya masyarakat berhak untuk memberikan respon atas kinerja Pansel.
Kelima, Pansel wajib menelusuri rekam jejak kandidat secara serius agar kemudian didapatkan calon Komisioner dan Dewas KPK yang memilliki akseptabilitas jua kredibilitas. Penelusuran track record bukan hanya semata terkait masalah-masalah catatan pelanggaran hukum, walakin pula menyangkut problem-problem etika. Potret suram berupa preseden buruk seleksi sekitar satu lustrum lalu yang meloloskan pelanggar etik seperti Firli Bahuri tak boleh terulang kembali.
Selain itu, yang tak kalah penting dari beberapa catatan itu, bila perlu Pansel berinisiatif untuk aktif dalam mencari dan mengajak figur-figur jujur, amanah, kompeten, serta tegas agar mendaftar sebagai calon komisioner dan Dewas KPK. Bukan hal mudah mendorong masyarakat yang memenuhi nilai-nilai ideal mendaftar sebagai pemimpin dan pengawas di lembaga antirasuah tersebut. Kita berharap Tim Pansel kali ini benar-benar kapabel menjadi garda terdepan dalam menyaring calon-calon komisioner KPK yang berintegritas dan memiliki kecakapan serta punya nyali.
Yulianta Saputra, S.H., M.H dosen Prodi Ilmu Hukum FSH UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, pernah riset di KPK