Indonesia Menyapa, Jakarta – Dunia saat ini bak kompak bicara soal transisi energi. Namun di sisi lain, energi konvensional yang berasal dari fosil masih terus dibutuhkan. Lantas bagaimana mengakalinya?
Kondisi ini pula yang terjadi pada Pertamina. BUMN sektor energi ini di satu sisi jadi andalan pemerintah dalam memproduksi bahan bakar berbasis minyak bumi, tetapi di sisi lain juga ditantang untuk mencari energi alternatif yang lebih bersih dan terjangkau.
Menurut Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati, pada akhirnya Pertamina harus bisa menyeimbangkan tuntutan revenue, emisi, dan isu lingkungan yang dihadapi. “Dengan beberapa isu yang kita hadapi, yang kita sebut sebagai trilema energi, dimana tiga-tiganya harus kita penuhi,” ujarnya saat ditemui usai jadi narasumber di paviliun Indonesia dalam gelaran Hannover Messe 2024.
Konsep energi trilema secara umum terdiri dari tiga indikator pokok: keamanan energi (energy security), ekuitas energi (energy equity), dan keberlanjutan lingkungan (environmental sustainability).
Ditegaskan Nicke, mandat Pertamina itu jelas bahwa harus menyediakan energi dalam bentuk BBM, gas, dan lainnya untuk masyarakat dan industri. Jadi mandat ini harus dijalankan, tanpa alasan apapun.
Kedua, Pertamina kemudian mengembangkan teknologi dan mengalokasikan dana untuk membuat energi ini jadi terjangkau, baik harga dan aksesibilitas. Jadi Pertamina tak cuma menyediakan energi, tetapi membangun infrastrukturnya juga kemudian bisa terakses dan terjangkau bagi semua orang.
“Terakhir ini soal lingkungan, makanya dengan kita mengerjakan yang dua tadi, energy security tetap ada dan affordability kuat, tetapi kita juga mengimplementasikan teknologi dekarbonisasi,” lanjutnya.
Kebijakan nasional sendiri pada tahun 2060 adalah mencapai net zero emission. Dimana untuk mencapai target tersebut Pertamina pun sudah menyiapkan berbagai strategi di masing-masing subholding yang menjadi pilar bisnisnya.
“Salah satunya kita jalankan dengan melakukan CCUS (carbon capture, utilization and storage) di masing-masing subholding upstream, refinery, shipping, commerce and trading serta renewable energy ini punya target yang jelas dalam melakukan transisi dan mencapai net zero emission 2060,” kata Nicke.
Transisi ini juga berlaku pada subholding upstream Pertamina yang bertugas untuk pengeboran dan eksplorasi ladang minyak. Dimana bisnis selanjutnya juga menjalankan peran CCUS.
“Jadi kalau kita sebelumnya melakukan lifting maka storage ini sebagai inject CO2, dan kita sudah mulai. Secara teknologi kita sudah melakukan dan berhasil, kita tinggal perbesar skalanya, dan untuk itu diperlakukan regulasi, dan regulasinya juga cross border karena dengan kapasitas yang sangat besar dari CO2 storage ini jadi peluang sangat besar bagi Indonesia menjadi regional Hub bagi CCUS,” Nicke menjelaskan.
Keseimbangan inilah yang tetap harus dijaga Pertamina. Dimana mereka memiliki tugas untuk memberikan masyarakat energi bersih dan affordable. Artinya harus selalu ada, harganya terjangkau, terakses dan secara lingkungan lebih ramah, sehingga harus terus melakukan transformasi dan inovasi demi menjaga bisnis yang berkelanjutan.
Nicke lantas mencontohkan terkait tugas pemerintah kepada Pertamina untuk meningkatkan produksi migas, di saat orang bicara soal energi transisi, tapi produksi migas harus naik. Sebab Indonesia masih impor sepertiganya.
“Yang kita lakukan adalah mengurangi emisinya dengan program dekarbonisasi. Jadi ada energi efisiensi dan banyak program lain yang membuat Pertamina sampai dengan tahun lalu bisa menurunkan 34% karbon emisi dari operation. Dan ditambah lagi dgn CCS dan CCUS. jadi kita tujuannya net zero di upstream, dan tujuan kita menambah porsi gas lebih banyak, karena gas kan emisinya lebih rendah, hanya 40% dari minyak,” paparnya.
Contoh lainnya adalah di sektor refinery yang mengkonversi bio refinery yang menghasilkan B100, termasuk sustainable aviation fuel (SAF). “Indonesia punya potensi jadi regional supply untuk SAF. Demikian juga gas. semua subholding Pertamina punya target dan program menuju net zero emission,” Nicke mengakhiri.
Sumber: Era Transisi dan Strategi Trilema Energi (detik.com)