Indonesia Menyapa, Jakarta – Teknologi 5G memang sudah masuk ke Indonesia, namun untuk penggunaannya sendiri masih belum masif. Teknologi jaringan generasi kelima ini memang tidak diperuntukkan untuk individual, lebih potensial ke bisnis.
Meski begitu, saat ini tengah ramai diperbincangkan tentang jaringan 6G. Namun, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) memperingatkan kita untuk tidak FOMO atau fear of missing out.
Tidak bisa serta-merta ikut tren
Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (SDPPI), Kementerian Kominfo, Ismail mengatakan, Indonesia tidak bisa serta-merta asal mengikuti tren.
“Kita sebagai negara konsumen teknologi, bukan negara produsen. Banyak sekali ketergantungan kita kepada produsen country, harus bijak ya,” ujarnya dalam acara Ngopi Bareng di Jakarta, pada Jumat (17/05/2024).
Ia mewanti-wanti supaya kita jangan sampai menerapkan sebuah teknologi baru dengan biaya yang besar, dengan devisa nasional. Alasannya karena belanjanya akan didominasi barang impor. Namun nilai manfaatnya sendiri buat masyarakat, tidak secara nyata diperoleh.
“Karena dengan memberikan investasi yang besar seperti itu, masyarakat akan bertanya apakah nanti tarifnya akan naik kalau sudah ada teknologi yang baru. Sementara sebagian masyarakat merasa bahwa dengan yang sekarang (4G) juga sudah bisa melakukan aktivitasnya dengan baik,” jelas Ismail.
Oleh karena itu yang paling tepat adalah membangun infrastruktur sesuai dengan kebutuhan, bukan terjebak pada perkembangan-perkembangan teknologi.
Pedoman ini penting dilakukan supaya kita tidak latah untuk ikut-ikutan.
“Setelah dibangun, devisa besar, ya pendapatan operator juga enggak naik-naik amat. Karena kalau dinaikkan tarifnya, masyarakat akan merasa berat untuk membayar kuota per bulannya. Jadi kita harus menyesuaikan pembangunan infrastruktur itu sesuai dengan kebutuhan,” imbuh Ismail.
6G 20x lebih cepat dibanding 5G
Konsorsium Jepang baru-baru ini meluncurkan perangkat prototipe 6G berkecepatan tinggi pertama di dunia. Ia dapat mengirimkan data dengan kecepatan 100 gigabit per detik (Gbps), mencakup jarak lebih dari 300 kaki. Itu merupakan peningkatan 20x lipat dibandingkan teknologi 5G saat ini, menurut Gizmochina.
Prototipe perangkat tersebut merupakan hasil kolaborasi antara perusahaan telekomunikasi terkemuka Jepang, antara lain DOCOMO, NTT Corporation, NEC Corporation, dan Fujitsu.
Konsorsium mengumumkan hasil pengujian yang sukses pada 11 April di mana perusahaan mengungkapkan bahwa perangkat prototipe dapat mencapai kecepatan 100 Gbps di dalam ruangan menggunakan pita 100 gigahertz (GHz) dan di luar ruangan menggunakan pita 300 GHz.
Meskipun kecepatan yang dicapai cukup mengesankan, jangan terlalu berharap tinggi. 6G diuji dalam satu perangkat dan bukan merupakan jaringan yang layak secara komersial. Ditambah lagi, teknologi jaringan juga mempunyai kelemahannya sendiri.
Jaringan 5G, secara teoritis memiliki kecepatan maksimum 10 Gbps. Namun, kecepatan di dunia nyata biasanya jauh lebih rendah, rata-rata sekitar 200 megabit per detik (Mbps) untuk pengguna T-Mobile di Amerika Serikat.
Salah satu alasan rendahnya kecepatan 5G adalah karena pita frekuensi yang lebih tinggi. Meskipun frekuensi yang lebih tinggi dapat berarti kecepatan yang lebih tinggi, hal ini juga memiliki kelemahan. Mereka membatasi jarak yang dapat ditempuh sinyal dan mengurangi kekuatan penetrasinya.
Jaringan 6G mengambil langkah lebih jauh dan menggunakan pita frekuensi yang lebih tinggi daripada 5G. Artinya, akan sulit bagi perangkat 6G menerima frekuensi yang diperlukan untuk pengunduhan yang lebih cepat.
Sumber: Ramai Gelar Jaringan 6G, Kominfo Peringatkan tidak FOMO (idntimes.com)