Indonesia Menyapa, Jakarta – Ada yang mengira bahwa Prabowo Subianto akan menunjukkan arogansi politiknya pasca diumumkan oleh KPU sebagai kandidat capres periode 2024-2029 dengan raihan suara terbanyak. Kalangan lain bahkan melakukan perlawanan atas hasil rekapitulasi pemilihan presiden tahun ini di Mahkamah Konstitusi. Argumentasi dan narasi terus disampaikan guna menyajikan pembanding bagi publik.
Sejenak memarkirkan konstelasi pertarungan perselisihan hasil pilpres di Mahkamah Konstitusi yang telah berakhir, sebenarnya ada hal yang menarik. Bertepatan momen Idul Fitri, terlihat banyak elit politik mulai menampakkan dirinya. Bukan untuk gagah-gagahan atau sekadar menebar argumentasi pro-kontra pilpres tetapi justru saling bersalaman-salaman, saling merangkul, dan berpelukan satu sama lain.
Seolah sengkarut pilpres sudah usai, mereka terlihat telah menyingkirkan egosektoral di momen Idu Fitri ini. Misalnya saja Sandiaga Uno yang merupakan tim sukses kandidat nomor urut 3, bersilahturahmi ke rumah Prabowo, Rabu 10 April 2024. Sebelumnya, pimpinan koalisi nomor urut 1 di pilpres lalu, Nasdem telah duluan menerima kunjungan dari Prabowo. Peluang untuk berkoalisi setelah Prabowo dilantik masih ada. Semuanya kembali pada keputusan yang mementingkan kepentingan rakyat.
Surya Paloh, Ketua Umum DPP Partai Nasdem membuka kemungkinan kerja sama koalisi ke depan bersama Prabowo. Walaupun ini tampak seperti hal biasa, namun tampaknya rekonsilitasi nasional pasca Pilpres 2024 akan segera terwujud. Praktis jika PDI Perjuangan memutuskan berada di dalam pemerintahan, maka kelompok yang berada di luar pemerintahan nyaris tak ada. Soal PKS cukup kasuistik. PKS punya riwayat kerja sama politik yang baik dengan Prabowo. Artinya tidak begitu sulit membangun komunikasi politik kelak.
Carol (1998) menjelaskan bahwa rekonsiliasi menyelaraskan atau menyelesaikan suatu ketidakcocokan, untuk dapat bergabung kembali, berbaik kembali, sependapat kembali, memulihkan persekutuan kembali dan kepercayaan. Jika dikorelasikan dengan situasi nasional saat ini, maka politik rangkul Prabowo adalah strategi ampuh untuk membentuk pemerintahan yang partisipatif, solid dan kuat, saling menjaga, dan tentunya memiliki daya juang yang besar untuk kepentingan bangsa dan negara.
Merujuk tren terkini, kondisi ekonomi global sedang tidak baik-baik saja. Imbasnya pun ke Indonesia, rupiah ambrol ke 16.000 atas dolar Amerika Serikat. Sepertinya, insting politik Prabowo bermain. Apalagi Prabowo selangkah lagi menjadi orang nomor satu di negeri ini. Tentunya semuanya harus dipersiapkan termasuk mengkondisikan situasi internal di dalam negeri.
Politik rangkul Prabowo adalah hal yang ciamik agar semua komponen bangsa mengesampingkan egosektoralnya guna melihat situasi bangsa. Ada pekerjaan rumah bagi pemerintahan selanjutnya pada masa-masa transisi ini. Maka, Prabowo butuh semua entitas bangsa. Dengan kesadaran ini, politik rangkul oleh Prabowo diperlukan untuk menciptakan rekonsiliasi. Hal ini cukup efektif sebagai penghadang badai ekonomi yang bergejolak serta memitigasi instabilitas sosial dan politik Tanah Air.
Bagi Prabowo merangkul adalah keniscayaan, rekonsiliasi sudah pasti, dan kemajuan bangsa di depan mata.
Herry Mendrofa pengamat politik dan Direktur Eksekutif Centre for Indonesia Strategic Actions (CISA)
Sumber: Politik Rangkul dan Harapan Rekonsiliasi (detik.com)