Persatuan Nasional, Oposisi, dan Dilema Demokrasi

Indonesia Menyapa, Jakarta –  Setelah ditetapkan sebagai presiden terpilih oleh KPU, Prabowo menyampaikan pidato yang isinya mengajak semua pihak untuk bersatu setelah pemilu usai. Prabowo menekankan pentingnya persatuan nasional pasca kontestasi Pilpres 2024 selesai. Menurut Prabowo, kini rakyat menuntut semua pemimpin bangsa untuk bekerja sama dan berkolaborasi. Untuk itu, ia mengajak semua elite agar bersatu meninggalkan segala perbedaan yang ada dan bersama-sama membangun negara.

Pesan persatuan semacam ini bukan kali pertama diutarakan Prabowo. Di berbagai kesempatan lain, Prabowo sering menyampaikan pesan serupa. Prabowo mengibaratkan Indonesia seperti klub sepakbola. Kalau Indonesia mau juara layaknya sebuah klub sepakbola, maka para pemain yang bertanding, pemain cadangan, staf pelatih, manajer tim, pembawa air minum, dan tim dokter harus bekerja sama dengan kompak. Kalau ada elemen dalam tim yang tidak satu frekuensi, maka kemenangan sulit dicapai.

Dengan analogi ini, Prabowo ingin menggarisbawahi bahwa sebuah negara tidak akan maju jika semua unsur di dalamnya tidak satu suara dalam menjalankan negara. Artinya persatuan nasional menjadi sangat penting dalam kacamata Prabowo. Komitmen Prabowo terhadap persatuan nasional terlihat dari niatan dirinya untuk mengajak semua komponen politik untuk turut serta dalam pemerintahan ke depan. Ajakan ini diwujudkan salah satunya lewat penjajakan koalisi dengan partai-partai yang dalam Pilpres 2024 berada di luar koalisi Prabowo-Gibran.

Pertemuan Prabowo dengan Cak Imin selaku Ketua Umum PKB dan Surya Paloh selaku Ketua Umum Nasdem adalah contoh upaya Prabowo merangkul kekuatan politik di luar koalisinya. Manuver Prabowo ini nyatanya memang membuahkan hasil. Cak Imin dan Surya Paloh secara terbuka menyatakan dukungannya kepada pemerintahan Prabowo-Gibran ke depan.

 

Oposisi

Gagasan persatuan nasional yang dilontarkan Prabowo satu sisi berkonsekuensi positif karena meniscayakan terciptanya kestabilan pemerintahan. Namun, di sisi yang lain ide tersebut berdampak pada peta kekuatan oposisi lima tahun ke depan yang bakal semakin lemah. Apabila partai-partai di luar koalisi Prabowo sebagiannya ikut menjadi bagian pemerintahan, maka kekuatan oposisi akan sulit untuk menyeimbangkan kinerja pemerintah.

Jika daya dorong oposisi lemah, pemerintah berpotensi bekerja dengan minim pengawasan karena kekuatan oposisi yang tidak seimbang dengan pemerintah. Implikasi logisnya akan muncul peluang lahirnya berbagai kebijakan kontroversial dari pemerintah yang tidak melalui proses-proses demokratis sebagaimana mestinya.

Konstitusi Indonesia memang tidak mengenal istilah oposisi. Sistem politik Indonesia adalah presidensial di mana kekuasaan presiden menjadi mutlak dalam menjalankan pemerintahan. Sistem politik Indonesia tidak seperti Inggris dan negara-negara Eropa Barat yang berbentuk parlementer di mana kekuatan oposisi diakui secara resmi dalam konstitusi.

Meski begitu, bukan berarti oposisi bisa dinegasikan perannya dalam sistem pemerintahan presidensial. Pasalnya, esensi dasar dari demokrasi adalah kompetisi yang meniscayakan adanya persaingan dari orang-orang yang hidup dalam demokrasi. Persaingan bisa muncul apabila ada kekuatan setara yang bisa menyeimbangkan dan mengontrol kekuasaan. Kekuatan semacam ini dapat tumbuh jika mekanisme politik oposisi terwujud dengan semestinya. Bila oposisi hilang atau perannya justru minim, maka kompetisi tidak dapat terwujud.

Kompetisi dalam demokrasi ini penting karena memungkinkan untuk melahirkan pandangan-pandangan sosial-politik alternatif atas berbagai kebijakan negara. Produk-produk politik yang dihasilkan lewat mekanisme kompetisi jauh lebih baik daripada produk politik yang dihasilkan oleh monopoli satu pihak. Alasannya produk politik dari hasil kompetisi yang sehat adalah produk politik yang telah melewati pertarungan gagasan antara kelompok berkuasa dengan oposisi. Artinya produk yang dihasilkan telah diuji secara konseptual oleh kedua pihak yang berseberangan.

Selain itu, kompetisi dalam demokrasi juga berguna untuk memastikan agar kekuasaan tidak jatuh dalam kemutlakan. Dengan oposisi, kekuasaan tidak menjadi absolut karena ada kekuatan yang menantang kekuasaan yang berkuasa. Pengalaman 32 tahun dipimpin oleh Orde Baru sesungguhnya adalah pelajaran berharga tentang bagaimana kekuasaan yang tidak diimbangi dengan kekuatan oposisi yang setara hanya akan melahirkan politik otoritarianisme.

Oleh karenanya, kehadiran oposisi sangat penting supaya negara tidak dijalankan semata menurut kemauan penguasa saja. Kalau ini terjadi, maka check and balances yang dalam teori politik modern dianggap sebagai norma bersama, dapat terimplementasikan dengan kehadiran oposisi yang solid.

 

Dilema Demokrasi

Ide persatuan nasional secara substansial bermakna positif karena mendorong adanya kerja sama dari semua stakeholders untuk bersatu membangun negara. Namun kalau semua kekuatan politik di Indonesia ada di kubu Prabowo, maka tidak ada kelompok penyeimbang yang mampu mengawasi pemerintahan ke depan.

Kalau pemerintah berjalan dengan bebas tanpa diawasi dengan kekuatan yang setara, maka kemungkinan terjadinya penyalahgunaan kekuasaan menjadi besar. Tapi jika persatuan nasional tidak terbentuk, hal itu juga akan berpeluang menimbulkan ketidakstabilan politik yang bakal mengganggu jalannya pemerintahan.

Kedua sikap tersebut sama-sama punya implikasi politik satu sama lain. Mana yang paling benar? Tidak ada. Dalam demokrasi yang dicari bukan yang paling benar, tapi yang paling bermanfaat untuk semua orang yang hidup di dalamnya. Kalau ide persatuan nasional dengan bergabungnya sebagian besar atau seluruh partai politik ke kubu Prabowo dianggap yang paling manfaat, maka lakukan saja hal itu. Tapi jika ternyata yang paling bermanfaat bagi republik ini adalah menciptakan perimbangan kekuasaan yang setara antara pemerintah dan oposisi, maka keputusan itulah yang harus diambil. Masing-masing memiliki konsekuensi sosial-politik tersendiri.

Inilah dilema demokrasi. Demokrasi tidak meniscayakan ada sesuatu tindakan yang final. Seluruh aktivitas dalam demokrasi adalah proses tanpa henti untuk terus menciptakan kemanfaatan bagi semua orang. Karena selalu berproses, maka demokrasi acapkali membuat kebingungan pada situasi-situasi tertentu. Kebingungan itulah yang membuat suara-suara untuk mengabaikan demokrasi menjadi kuat. Padahal demokrasi adalah sistem politik yang paling mampu menjamin kebebasan berpendapat dibanding sistem politik lain.

Willy Vebriandy alumni UIN Sunan Kalijaga, peneliti di CTR Institute

 

Sumber: Persatuan Nasional, Oposisi, dan Dilema Demokrasi (detik.com)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *