Indonesia Menyapa, Jakarta – Setiap anak dilahirkan dengan berbagai bentuk kelebihan masing-masing. Jika kondisi tersebut tidak dipahami secara utuh, kadangkala timbul berbagai pandangan keliru di masyarakat bahwa seseorang dikatakan cerdas apabila ia memperoleh nilai tinggi mata pelajaran matematika, fisika, kimia, dan sejenisnya.
Howard Gardner menegaskan bahwa kecerdasan terbagi atas beberapa bentuk meliputi word smart (kecerdasan linguistik), number smart (kecerdasan logika atau matematis), self smart (kecerdasan intrapersonal), people smart (kecerdasan interpersonal), music smart (kecerdasan musikal), picture smart (kecerdasan spasial), body smart (kecerdasan kinetik), dan nature smart (kecerdasan naturalis).
Sekolah merupakan salah satu wadah bagi peserta didik untuk mengembangkan berbagai kecerdasan yang mereka miliki yang sejatinya tidak sama antara satu siswa dengan yang lainnya. Peserta didik diharapkan menjadi pembelajar yang mampu membelajarkan dirinya secara mandiri maupun kolaboratif dengan guru sebagai fasilitator.
Sebagai fasilitator guru juga harus mampu mengembangkan apa yang disebut sebagai growth mindset (berpikir berkembang bahwa belajar sebagai suatu kebutuhan) di kalangan peserta didik. Apabila mereka telah memahami cara berpikir berkembang tersebut, maka segala usaha yang dipandang dapat mengubah kecerdasan mereka akan dilakukan, diikuti atas dasar kemauan mereka.
Pentingnya Growth Mindset
Dalam ranah akademik, seseorang tidak dapat terhindar dari berbagai halangan yang sejatinya dapat memperlambat proses perkembangan kognitif, afektif, dan psikomotor. Oleh sebab demikian, butuh suatu ruang yang lebih lebar sebagai alternatif solusi dalam merespons masalah tersebut. Pada taraf ini, memiliki pola pikir berkembang atau growth mindset sejatinya sangat diperlukan sebagai suatu solusi supaya keinginan untuk terus belajar dimiliki oleh setiap anak yang sedang berjuang di tingkat/bidang pendidikan masing-masing.
Untuk mengatasi kesenjangan dalam prestasi akademik, seringkali diperlukan pendekatan yang holistik, seperti penerapan konsep growth mindset untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang mendukung pertumbuhan akademik dan pribadi yang merata bagi semua siswa (Laily, 2023). Secara teoritis, growth mindset adalah pola pikir yang meyakini bahwa kemampuan dan kecerdasan dapat berkembang melalui usaha, ketekunan, dan pembelajaran yang tepat (Putri & Wilman, 2023).
Berdasarkan pemikiran tersebut, hakikatnya peserta didik perlu diberi pemahaman yang fundamental terkait dengan pentingnya growth mindset untuk mendukung perkembangan pengetahuan bahkan bagi sikap serta keterampilan mereka.
Saya pernah berbincang dengan salah seorang siswa yang baru lulus dari Sekolah Menengah Atas yang tempat tinggalnya cukup berdekatan dengan saya. Pada saat itu, ditanyakan tentang rencana yang disusun pascatamat dari sekolah. Dia menceritakan bahwa ada keinginan untuk melanjutkan studi ke perguruan tinggi, namun di lain sisi timbul keraguan akan kemampuan akademis yang dimiliki. Pada akhirnya dia memutuskan tidak merespons keinginan tersebut secara serius dan memilih mencari peruntungan di bidang lain (memutuskan tidak kuliah).
Pada dasarnya saya tidak mempermasalahkan keputusannya tersebut, namun hendak dijadikan suatu pelajaran bahwa kemampuan akademis ataupun kendala finansial ataupun hal lainnya jangan dijadikan sebagai dasar untuk tidak mencari ilmu setinggi-tingginya dalam tataran formal.
Dari percakapan tersebut, saya menangkap benang merah bahwa terdapat suatu anggapan bahwa kecerdasan yang dimilikinya menjadi faktor penghambat yang mematahkan keinginannya untuk melanjutkan studi ke perguruan tinggi. Berdasarkan kasus tersebut, dapat diinterpretasikan bahwa ia belum memahami apa yang disebut sebagai growth mindset itu. Bahwa dirinya yang telah berkeinginan untuk melanjutkan studi ke tingkat yang lebih tinggi namun disebabkan tidak memiliki growth mindset, pada gilirannya keinginan untuk menimba ilmu lebih tinggi dalam tataran formal menjadi layu bahkan mati.
Saya pada sesi percakapan tersebut telah pula memberi suatu gambaran berdasarkan pengalaman yang diperoleh tentang proses perkuliahan. Bahwa sejatinya perkuliahan tidak semata-mata soal intelektualitas, tetapi bagaimana mengubah pola pikir bahwa belajar tersebut merupakan suatu kebutuhan. Kecerdasan atau kemampuan akademis bukan timbul secara ujug-ujug, namun ada serangkaian proses yang mesti dilalui dengan semangat dan sungguh-sungguh.
Peran Guru
Selain fasilitator untuk mengembangkan kemampuan siswa pada tataran akademis (kognitif, afektif, dan psikomotor) dalam proses pendidikan/pembelajaran, guru merupakan sosok yang seharusnya juga mampu menjadi wadah yang dapat membekali peserta didik untuk memiliki sudut pandang/pikiran berbeda atas dirinya secara personal (kelebihan yang dimiliki) dengan siswa lain.
Guru sangat berperan dalam membantu perkembangan peserta didik untuk mencapai tujuan hidup secara optimal. Keyakinan ini muncul karena manusia adalah makhluk lemah, yang dalam perkembangan senantiasa membutuhkan orang lain, sejak lahir, bahkan pada saat meninggal. Supaya tujuan hidup peserta didik itu dapat mereka capai dengan optimal maka seorang guru harus mampu berkata objektif dan harus paham terkait kecerdasan masing-masing anak didiknya yang beragam agar tidak ada siswa yang merasa sebagai pribadi yang “bodoh” di tengah teman-teman di kelas/sekolah memperoleh nilai sempurna.
Guru harus menekankan kepada peserta didik supaya mereka memiliki growth mindset. Dengan memahamkan peserta didik terkait growth mindset tersebut seterusnya guru juga harus terus memotivasi mereka, bahwa kecerdasan dapat diperoleh dengan selalu belajar tanpa lelah, dan kelebihan yang berbeda/beragam yang menjadi ciri khas tersendiri, dapat dilatih dan dipertajam melalui aktivitas belajar/latihan yang sungguh-sungguh, selalu meluangkan waktu untuk mengembangkan diri tanpa harus membuktikan kehebatan pada orang lain.
Seorang guru juga harus menekankan kepada peserta didik bahwa tolok ukur kecerdasan tidak mesti sama/sesuai seperti apa yang dimiliki oleh salah satu siswa yang lain. Fokuslah pada kecerdasan yang dimiliki masing-masing tanpa mengesampingkan mata pelajaran yang lain sebagai suatu rangkaian yang mesti dibelajarkan.
Peran Orangtua
Selain tugas guru, peran orangtua juga tidak bisa dikesampingkan untuk memahamkan anak terkait dengan growth mindset. Orangtua tidak harus mengambil parameter kecerdasan anak-anak lain untuk dibandingkan dengan kecerdasan anaknya yang sudah jelas tidak sama. Laporan hasil belajar kadangkala menjadi tolok ukur mereka, untuk seterusnya timbul spekulasi bahwa si anak A cerdas dan si anak B kurang cerdas.
Mereka lupa atau bahkan tidak tahu bahwa kecerdasan tersebut memiliki macam bentuk. Bisa saja di sisi lain, anak yang mereka lahirkan dan besarkan memiliki kecerdasan musikal, kecerdasan kinestetik, ataupun kecerdasan lainnya seperti yang telah dibagi oleh Howard Gardner di atas. Oleh sebab itu, mereka hanya perlu mempertajam kecerdasan tersebut dengan menambah pendidikan anak pada ranah informal. Jika mereka memiliki kecerdasan musikal, dapat dipupuk dengan privat dengan guru musik (jika kondisi ekonomi mendukung), atau belajar secara otodidak melalui platform online yang pada hari ini sudah banyak berkembang.
Tetapi timbul masalah, bagaimana jika para orangtua juga tidak mengetahui terkait berbagai bentuk kecerdasan itu? Tatkala situasi tersebut ditemukan, guru dapat mensosialisasikan kepada mereka ketika penyerahan laporan hasil belajar. Pada momen tersebut, guru dapat menceritakan kepada segenap wali murid supaya mereka tidak perlu bersedih hati atau marah jikalau anak-anak mereka belum memperoleh nilai sempurna pada beberapa mata pelajaran.
Sebab di lain sisi, sebagian anak yang belum memperoleh nilai maksimal itu telah berhasil menorehkan prestasi pada ranah lain seperti juara lomba atletik, sepakbola, musik, puisi, menulis esai, terpilih paskibraka daerah, dan prestasi lainnya di luar akademik. Artinya mereka memiliki kecerdasan lain di luar akademik.
Memang benar dia masih lemah di pelajaran X, Y, Z, tetapi di bidang lain ia sangat handal bahkan mampu berprestasi hingga tingkat nasional. Pada aspek ini, kita harus terus mengingatkan kepada mereka untuk selalu berpikir berkembang (growth mindset) supaya dapat mengejar apa yang masih menjadi kekurangan dan memperdalam apa telah menjadi suatu kelebihan. Sinergi guru dan orangtua dalam memahamkan anak terkait growth mindset sangat perlu dilakukan secara serius dan konsisten supaya segenap peserta didik dapat mencapai aktualisasi diri secara kompleks dan sampai pada titik puncak kariernya dalam kehidupan.
Rahfit Syahputra alumnus PPG Prajabatan UNP Bidang Sejarah