Indonesia Menyapa, Jakarta — Kemiskinan sebagai realitas kehidupan, selalu digambarkan sebagai suatu keadaan kehidupan yang berkekurangan, lemah dan tidak berkecukupan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik dalam pengertian spiritual maupun material. Di banyak budaya, termasuk di Indonesia, orang miskin dalam material sering kali diabaikan dan suaranya tidak didengar, terutama mereka yang hidup di pedesaan. Kemiskinan bukan hanya menyedihkan karena dampak langsungnya pada kehidupan sehari-hari, tapi juga karena menciptakan siklus ketidakadilan sosial yang sulit diputus.
Menurut data Indeks Kemiskinan Multidimensional Global tahun 2023, ada sekitar 1,1 miliar orang miskin di dunia, angka ini setara dengan sekitar 13 persen dari total populasi. Bahkan lebih menyedihkan lagi, sekitar 900 juta orang miskin dalam data tersebut tidak memiliki tempat tinggal yang layak.
Bagaimana dengan Indonesia? Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023 menunjukkan bahwa ada sekitar 25,9 juta penduduk miskin di Indonesia, atau sekitar 9,36 persen dari total populasi. Struktur kemiskinan di Indonesia didominasi oleh desa dimana dari jumlah tersebut, sekitar 14,16 juta orang tinggal di desa dan 11,74 juta orang tinggal di kota.
Dalam konteks kemiskinan, negara seharusnya berperan penting dalam mengentaskan kemiskinan, karena kemiskinan pada dasarnya merupakan ancaman dan tantangan bagi keragaman. Kemiskinan menghasilkan ketidakberdayaan yang menghadirkan banyak risiko, tidak hanya menimbulkan perilaku menyimpang secara individual tapi juga secara sosial. Mulai dari kasus orang miskin yang mencuri karena tidak dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari yang berujung harus berurusan dengan hukum, hingga kasus intoleransi penolakan warga setempat atas pendirian rumah ibadah dan kegiatan agama tertentu.
Selain peran negara, institusi agama juga memegang peran penting dengan secara konsisten melakukan pembelaan terhadap kaum miskin dan yang lemah. Membela orang-orang yang miskin itu bukan hanya sekedar membantu, dan mengkampanyekan harapan kehidupan surga di masa yang akan datang, tetapi harus dengan “berjihad” agar kemiskinan bisa diubah dan ditata sehingga penindasan pada kaum yang lemah dan yang miskin tidak merajalela dan wajah kehidupan menjadi lebih manusiawi. Tentunya diperlukan suatu konsep yang tepat, yang tentu saja tidak sederhana, karena menanggulangi kemiskinan tidak semudah membalik tangan.
Penelitian oleh Abdul Qoyum et al. (2024) di Kabupaten Gunung Kidul Yogyakarta menemukan hubungan mengejutkan antara kemiskinan dan sikap moderat dalam beragama. Menurut Abdul Qoyum et al., kemiskinan dapat mendorong seseorang menjadi kurang moderat dalam beragama. Semakin tinggi tingkat kemiskinan seseorang, semakin rendah sikap moderasi beragamanya. Kejadian intoleransi yang telah banyak terjadi memperlihatkan bahwa tingkat kemiskinan di lokasi tempat tinggal berhubungan dengan tingkat intoleransi yang tinggi terhadap orang yang berbeda agama.
Abdul Qoyum et al. menawarkan alternatif kebijakan untuk memperkuat sikap moderat dalam beragama di Indonesia. Selain upaya pemerintah, melalui Kementerian Agama RI, dengan meningkatkan pendidikan dan pemahaman moderasi, maka pendekatan ekonomi untuk pemberdayaan masyarakat miskin bisa menjadi solusi yang efektif.
Salah satu pendekatan pemberdayaan ekonomi yang bisa diambil adalah melalui instrumen seperti Zakat, Infak, Shodaqoh, dan Wakaf (ZISWAF). Menurut Direktorat Pemberdayaan Zakat dan Wakaf Kementerian Agama RI, dengan 10,7 juta mustahik di Indonesia, potensi ZISWAF bisa mencapai 327 triliun rupiah per tahunnya. Angka potensial tersebut hampir menyamai anggaran pemerintah untuk perlindungan sosial. Akan tetapi belum sepenuhnya dapat digali dengan maksimal, pada tahun 2023 yang terkumpul baru mencapai sekitar 20 triliun rupiah, kurang dari 10 persennya.
Sejalan dengan pendekatan ekonomi untuk pemberdayaan masyarakat miskin dan upaya untuk mengoptimalkan potensi ZISWAF di Indonesia, Direktorat Pemberdayaan Zakat dan Wakaf Kementerian Agama RI menjalankan program – program inovatif seperti Revitalisasi KUA untuk Pemberdayaan Ekonomi Umat, Kampung Zakat, Inkubasi Wakaf Produktif dan Kota Wakaf. Tujuan utama dari program – program tersebut tidak hanya agar kesejahteraan masyarakat tercapai tapi juga menciptakan keluarga sakinah dan pemahaman moderasi beragama berbasis pemberdayaan ekonomi.
Revitalisasi Kantor Urusan Agama (KUA) untuk pemberdayaan ekonomi umat merupakan langkah strategis dalam memperkuat peran agama dalam masyarakat. Melalui revitalisasi ini, KUA dapat berfungsi tidak hanya sebagai lembaga yang mengurus pernikahan dan urusan keagamaan, tetapi juga sebagai pusat pemberdayaan ekonomi umat. Program-program seperti Kampung Zakat dan Inkubasi Wakaf Produktif dapat diintegrasikan dalam kegiatan KUA untuk mendorong kemandirian ekonomi masyarakat. Kampung Zakat, misalnya, dapat menjadi model pengelolaan zakat yang berfokus pada pengentasan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui distribusi yang tepat sasaran dan berkelanjutan. Sementara itu, Inkubasi Wakaf Produktif dapat memanfaatkan aset wakaf untuk kegiatan ekonomi yang produktif, menciptakan lapangan kerja, dan meningkatkan taraf hidup masyarakat sekitar.
Namun, dalam implementasinya, pengawasan tata kelola ZISWAF juga perlu dibenahi dan diperkuat secara institusional. Direktorat Pemberdayaan Zakat dan Wakaf Kementerian Agama RI, diharapkan lebih dapat terlibat dalam pengaturan dan pengawasan tata kelola lembaga zakat yang ada di Indonesia. Dalam pengaturan tata kelola diperlukan pemetaan sektor potensi yang lebih strategis, sehingga pengumpulan, penyaluran, dan pemberdayaan dapat menjadi salah satu solusi dalam pengentasan kemiskinan dan penguatan sikap moderasi beragama.
Begitu juga halnya dalam transparansi pengelolaan oleh lembaga-lembaga pengelola ZISWAF juga perlu penguatan untuk mencegah penyalahgunaan dana yang dapat merusak kepercayaan umat. Kesuksesan pemberdayaan ekonomi melalui ZISWAF membutuhkan kerja keras dan kolaborasi dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, organisasi masyarakat, dan pemangku kepentingan terkait lainnya.