Kebahagiaan Mendorong Inisiatif Kewirausahaan

Kolom

Indonesia Menyapa, Jakarta – Kejadian yang bernuansa negatif biasa dijadikan alasan seseorang untuk berwirausaha. Sulit memperoleh pekerjaan, diberhentikan dari perusahaan, tidak memperoleh penghasilan cukup, kurangnya kebebasan, dan seterusnya, lalu beralih membuka usaha, mencoba menjadi wirausaha.

Karakter-karakter entrepreneurial seperti proaktif, pantang menyerah, resiliens, tabah, dianggap hadir setelah seseorang menghadapi berbagai kesulitan hidup. Belum lagi berbagai testimoni pengusaha sukses yang mengisahkan “penderitaan” yang dihadapi hingga bisa seberhasil sekarang. Hingga populer istilah “the power of kepepet” ketika orang memutuskan terjun ke dunia usaha.

Terbersit pemikiran bahwa untuk melahirkan seorang wirausaha harus “diciptakan” situasi yang sulit, jauh dari kenyamanan, agar timbul dorongan kuat. Haruskah demikian? Usai, Orlando, dan Mazzoleni (2020) dalam penelitiannya mengemukakan hal berbeda. Data yang diperoleh dari publikasi statistik Eurostat dan OECD Entrepreneurship Indicator Programme mengenai kebahagiaan dan yang terkait kewirausahaan memperlihatkan bahwa kebahagiaan adalah salah satu prediktor utama inisiatif kewirausahaan.

Demikian pula, kekayaan intelektual tampaknya berkaitan dengan kreativitas dan kebahagiaan. Kesejahteraan, kebahagiaan, dan kreativitas merupakan prediktor penting dari inisiatif kewirausahaan dan modal inovasi. Menurut mereka kondisi buruk harus dianggap sebagai pengecualian, bukan pemicu utama kewirausahaan.

Temuan ini juga didukung oleh hasil penelitian sebelumnya yang memperlihatkan bahwa kebahagiaan dapat menciptakan iklim kreativitas dan kepercayaan di antara karyawan, sehingga mendorong penciptaan modal intelektual (Isaac dkk, 2009) dan daya saing perusahaan.

Hal ini menunjukkan bahwa kebahagiaan merupakan unsur dari inisiatif kewirausahaan. Kebahagiaan adalah anteseden, bukan konsekuensi, dari tindakan wirausaha. Studi unik ini memang mengganggu cara membayangkan kewirausahaan. Orang yang bahagia lebih cenderung terlibat dalam usaha baru.

 

Kewirausahaan sebagai Proses Emosional

Ada alasan mengapa kebahagiaan sebagai sebuah perasaan emosional dikaitkan dengan kewirausahaan. Penelitian yang dilakukan oleh Foo (2011) menemukan bahwa kemarahan dan kebahagiaan dapat menurunkan persepsi risiko. Selain itu, menjadi seorang wirausaha secara implisit berarti menghadapi tantangan yang signifikan, hingga belajar bagaimana mengatasi keputusasaan dan bagaimana bertahan setelah kejadian buruk.

Setelah mengalami kegagalan, wirausaha mengalami kesedihan dan rasa kehilangan (Shepherd, 2004). Pemaparan berulang-ulang terhadap keadaan dan emosi negatif sejalan dengan toleransi yang lebih besar terhadap risiko dan kegagalan. Yang patut dipertanyakan adalah pendapat bahwa penguasaan terhadap perasaan negatif menghasilkan ketahanan dan memfasilitasi inisiatif kewirausahaan.

Namun, kemajuan terkini dalam pembelajaran dan ketahanan, serta bukti-bukti mengenai inisiatif kewirausahaan, menimbulkan keraguan terhadap validitas paradigma sebelumnya. Perasaan negatif merampas kemampuan seseorang untuk belajar (Bandura dan Walters, 1977). Selain itu, meskipun ketekunan merupakan sebuah prediktor keberhasilan, dan hal ini memang merupakan kualitas dari orang-orang yang memiliki ketahanan namun memiliki ketabahan tidak hanya bergantung pada paparan terhadap keadaan-keadaan negatif.

Jadi, jika ketahanan dapat dipelajari, Usai, Orlando, dan Mazzoleni (2020) berpendapat bahwa pembelajaran lebih mungkin mudah terjadi pada saat-saat bahagia.

Secara umum, inisiatif kewirausahaan dianggap sebagai hasil dari orientasi kewirausahaan dan digambarkan sebagai interaksi dari tiga perilaku berbeda: perilaku memulai sendiri, perilaku proaktif, dan perilaku mengatasi hambatan (Hahn dkk., 2012). Yang pertama mengacu pada kemampuan kognitif dalam mengidentifikasi dan mengejar peluang, yang kedua mengacu pada orientasi jangka panjang, dan yang terakhir mengacu pada ketekunan.

Tidak ada orang yang terlahir sebagai wirausaha. Kondisi lokal dan dukungan positif dari lingkungan membuat perbedaan nyata. Faktor-faktor ini memiliki manfaat ganda: merangsang kognisi individu, meningkatkan kemampuan untuk mengidentifikasi dan memanfaatkan peluang, dan membangun kepercayaan diri.

Ketekunan dan ketahanan dibangun melalui kehidupan yang bahagia. Dengan demikian, mereka secara langsung memupuk inisiatif kewirausahaan. Pendidikan memainkan peran penting untuk meningkatkan kualitas hidup dan kebahagiaan individu. Hal ini juga memperluas kapasitas kognitif individu, mempersiapkan hal buruk untuk inisiatif kewirausahaan.

 

Saran Kebijakan

Implikasi utama hasil penelitian ini menunjukkan bahwa inisiatif kewirausahaan dan peningkatan kekayaan intelektual perusahaan lebih mungkin terjadi ketika masyarakat merasa baik-baik saja dan memiliki kualitas hidup yang terjamin.

Untuk mendukung kemajuan dan lahirnya usaha-usaha baru, para pembuat kebijakan dan pengambil keputusan di perusahaan dapat memanfaatkan kondisi kehidupan yang berkelanjutan, karena hal ini merupakan salah satu pendorong kebahagiaan yang paling penting. Selain itu, para pembuat kebijakan diminta mengambil tindakan untuk meningkatkan kualitas hidup. Resep baru untuk kewirausahaan ini mungkin dapat mendorong pertumbuhan.

Salah satu prediktor kebahagiaan yang paling penting adalah memiliki hubungan yang solid dan bertahan lama dengan sekelompok kecil teman sebaya (Grant dkk, 2007). Di masa depan, penciptaan nilai akan semakin terikat pada modal sosial.

Maka, jika dikaitkan antara ranking kebahagiaan Indonesia versi World Happiness Report 2024 yang di bawah negara ASEAN lain seperti Singapura, Thailand, Filipina, Thailand, dan Malaysia, bahkan Vietnam, kemudian dengan persentase wirausaha di Indonesia yang juga masih di bawah kondisi ideal, dibandingkan dengan negara tetangga, jawabannya tentu terkait dengan rasa bahagia penduduk Indonesia.

Tidak mesti menunggu susah untuk menjadi wirausaha. Paradigma usang yang mesti diganti. Bahagia menjadi prasyarat inisiatif kewirausahaan yang lebih kuat.

Frangky Selamat dosen Program Studi Sarjana Manajemen Fakultas Ekonomi & Bisnis Universitas Tarumanagara

 

Sumber: Kebahagiaan Mendorong Inisiatif Kewirausahaan (detik.com)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *