God Father AI Diibaratkan Bak Kecerdasan Alien, AI Berbahaya!

Indonesia Menyapa, Jakarta — Tahukah Anda bahwa seorang pakar kecerdasan artifisial (AI) senior, Profesor Geoffrey Hinton, memutuskan untuk pensiun dan meninggalkan Google belum lama berselang, tidak hanya karena memang sudah sepuh, namun sejatinya mulai ‘takut’ dengan teknologi AI yang dilahirkannya? Ya, Geoffrey yang dikenal sebagai Godfather of AI, adalah Profesor Ilmu Komputer kenamaan dari Universitas Toronto, yang kemudian memilih perjuangannya untuk menyadarkan publik tentang risiko dan ancaman dari AI.

“AI dalam waktu dekat akan menjadi lebih cerdas dan lebih efisien daripada manusia. Tentu saja ada perbedaan pendapat tentang seberapa canggih dan seberapa berbahaya AI tersebut. AI ini bak kecerdasan allien,” tegasnya ketika berbicara dalam AI For Good Global Summit di Jenewa (31/5).

Geoffrey, yang telah dianugerahi sejumlah penghargaan dunia di bidang ilmu komputer, sebelumnya menduduki posisi prestisius di Google sebagai Vice President and Engineering Fellow. Sepanjang hidupnya berkarir di bidang akademis maupun sektor privat, dicurahkan untuk meneliti dan mengembangkan teknologi jaringan syaraf tiruan, yang menjadi urat nadi teknologi AI saat ini.

“Cara bekerja dan berpikir AI tidak seperti kita. Bahkan mereka sudah berkemampuan untuk memiliki pengalaman (dan pertimbangan) secara subyektif,” demikian ditambahkan olehnya, menjelaskan yang dimaksud olehnya tentang ‘kecerdasan alien’ tersebut.

Potensi AI yang mengungguli manusia dalam tugas kognitif merupakan kekhawatiran utamanya. Geoffrey pun memperingatkan tentang risiko AI yang bertahap menjelma menjadi bentuk kecerdasan yang dominan lantaran dikembangkan secara otonomi, tanpa kontrol manusia.

“AI akan dapat memiliki prioritas tujuannya sendiri ketimbang tunduk pada arahan manusia,” tegasnya.

Lalu apa solusinya untuk mengantisipasi bahaya AI yang mengancam di depan mata? Ia menegaskan perlunya regulasi yang kuat untuk mengendalikan pengembangan dan penerapan AI, serupa dengan bagaimana industri-industri berisiko lainnya diatur untuk melindungi kepentingan publik.

“Pemerintah harus tegas mengatur korporasi besar terkait dengan keamanan AI. Tegaskan aturan, tidak hanya soal audit keamanan, tapi juga perlunya korporasi tersebut menyediakan anggaran untuk riset-riset keamanan AI,” ujarnya.

Menurutnya, kebutuhan akan protokol keamanan yang kuat dan kerangka regulasi untuk mengelola pengembangan AI adalah keharusan. “Tanpa kontrol yang signifikan, AI dapat berkembang dengan cara yang tidak terduga dan berpotensi berbahaya bagi masyarakat manusia,” tandasnya.

Dalam sesi yang penuh diikuti oleh peserta secara onsite dan berlangsung sekitar satu jam tersebut, Geoffrey juga menyoroti sebuah momen penting ketika ia menyadari bahwa komputasi digital, meskipun menggunakan energi yang jauh lebih besar, memiliki keunggulan signifikan dibandingkan otak manusia dalam hal replikasi dan skalabilitas.

Menurutnya, model-model digital telah dapat meniru dengan tepat dan beroperasi secara efisien pada skala yang luas, sesuatu yang tidak bisa dilakukan oleh otak manusia.

Diskusi berlanjut dengan topik seperti keamanan AI, bias dalam AI, dan pentingnya pendekatan yang lebih berhati-hati dalam mengintegrasikan AI dalam keputusan sosial dan politik, terutama untuk menghindari manipulasi melalui informasi yang salah dan kejahatan siber yang ditingkatkan oleh penggunaan AI.

Implikasi sosial dan etis dari AI, termasuk masalah privasi, otonomi, dan potensi gangguan masyarakat, turut dipaparkan olehnya. Khususnya jika sistem AI menjadi unggul dalam membuat keputusan atau melakukan tugas yang secara tradisional dikelola oleh manusia, termasuk pada fungsi-fungsi kognitif.

 

Sumber: God Father AI: Bak Kecerdasan Alien, AI Berbahaya! (detik.com)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *