Indonesia Menyapa, Jakarta – Jerman sedang mempermudah proses mencari pekerjaan bagi warga di luar Uni Eropa (UE) dengan menerapkan Undang-Undang Imigrasi Terampil atau Fachkräfteeinwanderungsgesetz (FEG). Beberapa ketentuan baru dalam UU tersebut telah diterapkan secara bertahap mulai November 2023.
Berlin mengatakan penerapan UU tersebut merupakan upaya mengatasi masalah kekurangan pekerja terampil. Kebutuhan pekerja diprediksi akan semakin meningkat pada 2030, ketika generasi baby boomer – lahir antara 1946 hingga 1964 saat ledakan angka kelahiran pada pertengahan abad ke-20 – memasuki masa pensiun. Kementerian Dalam Negeri Jerman mengatakan pemanfaatan tenaga kerja di luar UE dilakukan untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi, stabilitas ekonomi dan sistem asuransi sosial yang dimiliki Jerman saat ini.
Dengan peraturan terbaru ini, pemerintah Jerman ingin mengakhiri sistem yang mengutamakan lulusan dibandingkan pekerja terampil tanpa gelar pendidikan tinggi. Berdasarkan UU tersebut, para migran yang memiliki kualifikasi kejuruan yang diakui dan kontrak kerja yang sah dapat bekerja di Jerman tanpa perlu menguji ketersediaan pekerja lokal terlebih dahulu.
Duta Besar Jerman untuk Indonesia Ina Lepel menjelaskan kebijakan baru ini dan situasi pasar kerja di Jerman dalam wawancara dengan Tempo pada Senin, 13 Mei 2024. Berikut wawancaranya.
Bisa dijeaskan detail mengenai Undang-Undang Imigrasi Terampil?
Kami memiliki demografi yang unik di Jerman. Generasi baby boomer yang lahir pada tahun 60-an akan segera pensiun dan generasi muda akan menggantikan posisi mereka. Pemerintah sudah memikirkan bagaimana kita bisa mengatasinya.
Di satu sisi, kami akan mencoba mendorong semua orang yang sudah berada di Jerman untuk bergabung dengan angkatan kerja. Begitu banyak dari mereka yang bekerja paruh waktu setelah menjadi ibu, jadi kami mencoba mendorong mereka untuk bekerja lebih lama. Namun, bagian kedua dan yang lebih penting adalah mendorong orang-orang terampil dari luar negeri di luar UE untuk bergabung dengan tenaga kerja Jerman.
Apa saja aturan baru dalam UU ini?
Ada cukup banyak. Dahulu, untuk mendapatkan pekerjaan di Jerman dan memperoleh visa, seseorang harus memiliki kontrak kerja; kini hal itu tidak lagi diperlukan. Orang bisa mendapatkan visa hanya dengan mencari pekerjaan. Tentu saja ada beberapa persyaratan yang menyertainya.
Bahkan sebelum UU baru ini, terdapat Kartu Biru UE bagi orang-orang dari UE yang memiliki gelar akademis dalam profesi tertentu yang sangat penting untuk “mempercepat” visa mereka ke UE. Sekarang, daftar profesi tersebut diperluas hingga mencakup lebih banyak pekerjaan. Dan sekarang, untuk pertama kalinya, kami juga memudahkan orang-orang yang memiliki kualifikasi vokasi untuk mencari pekerjaaan. Kalau ada yang datang sebagai pembuat roti, misalnya dari Indonesia, maka mereka harus menyerahkan semua sertifikatnya dan kemudian pihak berwenang di Jerman akan memeriksanya.
Sebelumnya, seseorang harus menunggu hingga seluruh proses selesai, yang akan memakan waktu sekitar satu tahun. Kini masyarakat juga bisa berangkat meski kualifikasinya belum 100 persen sesuai kebutuhan, jika mereka siap untuk mengejar ketinggalan dan mengambil kelas tambahan. Bahkan mereka bisa meluangkan waktu sambil menunggu proses di Jerman.
Apakah imigran yang datang untuk bekerja di Jerman dapat membawa anggota keluarga?
Tergantung apakah mereka ingin memanfaatkan visa untuk mencari pekerjaan. Itu hanya untuk pencari kerja itu sendiri, karena kami belum mengetahui apakah pencarian kerja tersebut akan berhasil.
Tapi kalau ada yang sudah dapat pekerjaan, maka orang itu bisa membawa keluarganya. Hal ini sebenarnya bisa dilakukan sebelum adanya peraturan baru. Dan biasanya kami juga mengaturnya sedemikian rupa sehingga semua anggota keluarga menerima visa mereka pada waktu bersamaan dan mereka semua bisa pergi bersama.
Bagaimana UU ini dapat menguntungkan Jerman dan negara-negara di luar UE?
Kami memiliki program yang disebut Triple Win bersama Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) dan GIZ, di mana kami mengirim perawat terlatih ke Jerman.
Kami sebut triple win. Artinya, Jerman menang karena mendapat tenaga kerja terampil. Perawat menang karena mereka mendapatkan pengalaman yang menarik untuk meningkatkan kualifikasi mereka. Dan Indonesia menang karena suatu saat, sebagian besar dari para perawat akan pulang dan membagikan apa yang telah mereka pelajari. Jadi, menurut kami ini adalah hal yang bagus.
Berapa banyak WNI yang bekerja di Jerman setiap tahunnya?
Sebenarnya sulit untuk mengetahuinya. Kami tahu bahwa kami telah memberikan visa yang berhubungan dengan pekerjaan bagi sekitar 4 ribu WNI, namun tidak mencakup semua WNI yang datang ke Jerman untuk bekerja. Ada beberapa yang tinggal di Singapura, Abu Dhabi atau negara lain. Mereka mengajukan visa dari sana, dan itu belum tentu masuk statistik kami.
Jadi kami belum tahu persisnya, tapi yang kami tahu sekitar 4 ribu yang datang lewat kami. Dan trennya meningkat. Ini adalah angka dari perkiraan tahun lalu.
Apakah lulusan perguruan tinggi di Jerman kesulitan mencari kerja?
Jadi jika seseorang mempelajari sesuatu yang sangat langka namun permintaannya tidak begitu banyak, mungkin sulit. Tetapi jika permintaan pasarnya ada, maka saat ini karena kita kekurangan tenaga kerja terampil, menurut saya prospeknya lumayan bagus.
Menurut saya, untuk sebagian besar spesialisasi akademis, peluangnya cukup bagus. Tentunya juga ada inovasi dalam UU terbaru bahwa orang yang lulus dari perguruan tinggi bisa mendapatkan izin tinggal khusus hingga enam bulan untuk mencari pekerjaan di Jerman. Jadi jika mereka tidak menemukan sesuatu yang tepat saat lulus, tidak masalah.
Apakah Jerman ramah terhadap imigran dari negara-negara non-Eropa?
Sepertinya iya. Mungkin dulunya tidak selalu demikian. Pada 2022 ada sebuah penelitian yang mengatakan jumlah orang yang datang ke Jerman untuk bekerja meningkat lebih dari tiga kali lipat hanya dalam sepuluh tahun, karena kami menjadi lebih ramah.
Apakah imigran yang datang dari luar Eropa akan menghadapi prasangka dari warga negara Jerman?
Tergantung pada wilayahnya. Saya pikir prasangka itu selalu ada di antara kelompok masyarakat yang kurang mendapat informasi. Namun sebagian besar orang semakin memahami bahwa kami benar-benar menghadapi masalah kekurangan tenaga kerja, bahwa hal ini sebenarnya menghambat pertumbuhan ekonomi kami, dan bahwa kami membutuhkan setiap orang pintar yang dapat membantu mengatasi kekurangan ini.